profil lembaga

profil lembaga
Kebersamaan yang hakiki...

Minggu, 25 Juli 2010

Manajemen perumahan di era desentralisasi

Istilah manajemen sudah tidak asing lagi berasal dari kata kerja ”to manage” berarti ”control” dan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan; mengendalikan, memimpin, menangani atau mengelola. Pendapat Stonner (1996) menyatakan bahwa manajemen adalah proses mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Manajemen adalah kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dalam membentuk oganisasi.

Dalam manajemen organisasi pemerintahan, sumber daya tersebut adalah birokrasi. Istilah birokrasi sendiri menurut Max Weber sebagai suatu sistem dalam berorganisasi pada tahun 1890 dimana organisasi tersebut bebas prasangka, diatur secara kedinasan dan rasional.

Sedangkan definisi perumahan sendiri adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Definisi permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Istilah Desentralisasi atau otonomi daerah adalah kewenangan Daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Manajemen perumahan dan permukiman dapat dibagi menjadi dua hal pokok, yaitu; menyangkut sistematika hukum organisasi yang mengatur sektor perumahan dan permukiman secara nasional dan indikator kinerja organisasi perumahan dan permukiman dimasa mendatang.

Sistematika hukum terkait dengan hubungan pola koordinasi organisasi dari Pemerintah Pusat hingga ke Pemerintah Daerah. Sistematika hukum yang digunakan saat ini belum memiliki visi bersama sehingga kurang cukup memberikan dukungan pada struktur Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dalam implementasi kebijakannya. Untuk itu dalam mengatur sektor perumahan dan permukiman di era Desentralisasi perlu ada legitimasi hukum.

Setiap level pemerintahan harus memiliki komitmen untuk menuju pada visi bersama. Kemudian ada legitimasi hukum yang mengatur setiap Dinas Perumahan Provinsi dan Dinas Perumahan Kab/Kota dan setiap aktivitas yang terkait dengan sektor perumahan. Dalam proses penyusunan program partisipasi masyarakat di setiap level dimungkinkan untuk terlibat aktif. Agar prosesnya sesuai dengan harapan masyarakat. Pelaksanaan struktur manajemen pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman nasional tersebut akan berjalan baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini, yaitu :

1. Pembentukan Dinas Perumahan atau Unit kerja yang khusus membidangi masalah
perumahan dan permukiman terdapat di semua Daerah.
2. Terdapat anggaran pembangunan yang feasible untuk membangun bidang perumahan dan
pengembangan permukiman.
3. Adanya sumber daya manusia (SDM) yang handal dalam bidang perumahan dan
permukinan.

Sekarang ini masalah utama yang muncul dalam menjalankan struktur manajemen perumahan nasional tersebut adalah setiap Daerah banyak yang belum memiliki Dinas Perumahan. Sehingga sulit sekali untuk membangun komunikasi dalam menentukan program pembangunan perumahan dan permukiman nasional. Untuk itu langkah pertama yang perlu dilakukan untuk Kemenpera di masa mendatang adalah mempercepat adanya Dinas Perumahan di setiap Daerah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No.38 Tahun2007.

Selain masalah kelembagaan yang belum ada. Masalah utama lainnya adalah mengenai anggaran biaya untuk bidang perumahan dan permukiman sangat terbatas. Setiap Daerah diprediksi sulit mengalokasikan dana untuk bidang perumahan dan permukiman. Mengingat kebutuhan prioritas lainnya seperti; anggaran pendidikan, kesehatan dan kemiskinan mendesak harus dipenuhi. Untuk menyiasati hal ini daerah bisa membangun kemitraan bisnis dengan pihak swasta dengan memberikan insentif baik dari segi perijinan maupun sektor pajak.

Dari segi sumber daya yang memahami bidang perumahan dan permukiman. Daerah harus mulai melakukan pelatihan-pelatihan untuk menghasilkan birokrasi yang memahami secara mendalam bidang public housing dengan segala aspek terkaitnya.

Setelah semua prasyarat terpenuhi untuk menjalankan manajemen pembangunan perumahan dan permukiman nasional. Selanjutnya dibutuhkan visi bersama yang menjadi cita ideal bidang perumahan dan permukiman. Visi bersama tersebut dirumuskan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sebetulnya pada era tahun 90-an pemerintah melalui Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (KIMPRASWIL) telah menghasilkan visi pembangunan perumahan dan permukiman 2020 yang berisi : ”setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat dan aman harmonis dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat berjatidiri, mandiri dan produktif”. Visi tersebut terangkum dalam gagasan yang cukup komprehensif yaitu Kebijakan Dan Strategi Nasional Pembangunan Perumahan Dan Permukiman (KSNPP).

Kebijakan ini berdasarkan pada program arahan dari Pelita V dan UU No. 4 Tahun 1992.
Secara konseptual KSNPP sudah lengkap dan baik. Kebijakan KSNPP mengalami perubahan karena dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Perubahan antara lain dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL No. 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman.

Pada era pemerintahan sekarang ini, Kemenpera memiliki banyak program yang terkait dengan perumahan rakyat. Namun program-program tersebut bisa dikatakan hanya sebatas program seremonial yang bersifat jangka pendek. Karena apabila mengacu kepada syarat manajemen pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman. Maka Kemenpera selama ini belum bisa optimal menjalankan programnya.

Untuk mengoptimalkan peran dan kepentingan pembangunan perumahan rakyat dapat diwujudkan melalui dua hal pokok, kedua hal pokok itu antara lain :
1. Adanya Departemen Perumahan di tingkat Pemerintah Pusat dan Dinas Perumahan di
tingkat Pemerintah Daerah Provinisi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota seluruh
Indonesia. Keberadaan Departemen ini berbeda dengan Kementrian Negara. Departemen
memiliki kewenangan menentukan anggaran dan mengelolanya sampai ke struktur
organisasi tingkat Daerah. Dari mulai perrencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan
dapat dioptimalkan. Meski demikian ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan keberadaan Departemen Perumahan tersebut, yaitu : Legitimasi
atau pengakuan dari berbagai pihak baik dari aspek hukum dan perundang-undangan,
kelembagaan negara, maupun yang mendukung keberadaan Departemen ini.Sinergi kerja
dengan berbagai Lembaga dan Instansi yang terkait terutama menyangkut besaran
subsidi kredit perumahan dengan Depkeu, kerjasama dalam hal pembangunan
kelistrikan dengan PLN, kordinasi masalah pertanahan dengan BPN.

2. Adanya blue print strategi transformasi model pembangunan perumahan dan
permukiman secara nasional dengan Dinas Perumahan ditingkat Provinsi dan Kab/Kota
yang jelas dan menyeluruh serta memperlihatkan profesionalisme kerja.
Dalam kaitan blue print tersebut ada beberapa indikator yang perlu dikaji lebih
jauh. Indikator yang dimaksud adalah sebuah pernyataan yang merupakan cerminan
dari aspek-aspek penting tentang masa depan ideal pembangunan perumahan dan
permukiman nasional. Idealnya indikator ini dihasilkan dari proses diskusi
panjang semua pemangku kepentingan perumahan dan permukiman di semua tingkatan
pemerintahan. Namun sebagai gambaran indikator tersebut terdiri dari beberapa
aspek dibawah ini, diantaranya;

A. Aspek Kebijakan
- Adanya kebijakan penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan prioritas
masyarakat berpenghasilan rendah. Mengoptimalkan kebijakan realisasi
pembangunan dengan perbandingan 1:3:6.
- Anggaran Kebijakan Anggaran Perumahan rakyat dapat dialokasikan minimal 1% dari
total APBN.
- Adanya kebijakan pemberian insentif bagi pelaku pembangunan perumahan dan
permukiman baik lembaga formal, informal maupun perorangan.

B. Aspek Kelembagaan
- Terbentuknya Dinas Perumahan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kab/Kota disetiap Daerah.
- Terbentuknya lembaga atau badan perijinan one stop services yang mengurusi
bidang perumahan dan permukiman, untuk mendorong keterpaduan kepentingan
antara; Badan Pertanahan Nasional (BPN), Perusahaan Listrik Negara (PLN),
Birokrasi Pemda dan pihak swasta.
- Adanya SDM birokrasi yang handal terkait bidang perumahan dan permukiman.
- Pembinaan pelaku pembangunan perumahan dan stake holder perumahan melalui forum
pelaku pembangunan perumahan dan permukiman serta stakeholder perumahan untuk
mendapatkan masukan yang lebih partisipatif.

C. Aspek Pembiayaan
- Pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang bisa lebih menjangkau ke
semua lapisan masyarakat.
- Pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang terintegrasi. Dalam hal
ini sangat dimungkinkan untuk dibentuk Lembaga Keuangan atau Bank yang khusus
membidangi Perumahan dan Permukiman.
- Optimalisasi kinerja lembaga alternatif pembiayaan perumahan seperti; PT SMF,
Bapertarum-PNS,dll.

D. Aspek Pertanahan dan Tata ruang
- Adanya kebijakan pertanahan dan tata ruang untuk perumahan dan permukiman
masyarakat yang berpenghasilan rendah.
- Adanya pengendalian tata ruang tingkat nasional dan wilayah yang terintegrasi
dalam satu kesatuan sistem. Dalam hal ini ada sebuah blue print tentang
pembangunan kawasan untuk perumahan dan permukiman.
- Pengembangan lahan dan tata ruang diarahkan untuk pembangunan berkelanjutan
yang berdimensi sosial.

Dengan konsistensi dalam menjalankan setiap kebijakan bidang perumahan dan permukiman serta didukung oleh birokrasi yang handal. Tujuan blue print tersebut bisa tercapai. Langkah selanjutnya untuk untuk menjalankan blue print tersebut. Perlu ada transformasi model pembangunan yang bisa menggerakkan visi besar pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar