profil lembaga

profil lembaga
Kebersamaan yang hakiki...

Jumat, 30 Juli 2010

Perbandingan Gaji Presiden, Gubernur BI dan Menteri



Jakarta - Rencana kenaikan gaji presiden dan menteri yang saat ini sedang dibahas mendapat kritikan. Seperti apa perbandingan gaji pejabat Indonesia? Gaji tertinggi dipegang Gubernur BI yakni Rp 162,2 juta per bulan. Presiden Rp 62,74 juta perbulan. Sementara menteri Rp 18,64 juta per bulan.

Data tersebut dilansir Kepala Bagian Anggaran Departemen Keuangan pada 28 Januari 2005. Higga Senin (26/10/2009) belum ada perubahan gaji para pejabat negara. Rencana penyesuaian gaji kini sedang digodok Menneg PAN EE Mangindaan.

Tidak hanya menteri yang tidak mengalami kenaikan gaji selama kurang lebih 4 tahun itu. Hal itu juga dialami oleh Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, dan pejabat setingkat menteri seperti Jaksa Agung, Kapolri, dan Panglima TNI.

Berikut daftar gaji yang dikeluarkan Kepala Bagian Anggaran Departemen Keuangan pada 28 Januari 2005:

Presiden

Gaji pokok: Rp 30.240.000
Tunjangan jabatan: Rp 32.500.000
Total: Rp 62.740.000

Wakil Presiden

Gaji Pokok: Rp 20.160.000
Tunjangan jabatan: Rp 22.000.000
Total: Rp 42.160.000

Menteri Negara, Jaksa Agung, Panglima TNI dan pejabat lain yang setingkat atau disetarakan dengan Menteri Keuangan

Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 13.608.000
Total: Rp 18.648.000

Ketua DPR

Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.968.000
Total: Rp 30.908.000

Ketua Mahkamah Agung (MA)

Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Uang paket: Rp 450.000
Total: Rp 24.390.000

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Gaji pokok: Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan: Rp 18.900.000
Total: Rp 23.940.000

Wakil Ketua DPR

Gaji pokok: Rp 4.620.000
Tunjangan jabatan: Rp 15.600.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.554.000
Total: Rp 26.774.000

Anggota DPR sebagai Ketua Komisi atau Badan

Gaji pokok: Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan: Rp 9.700.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan: Rp 4.460.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.140.000
Bantuan listrik: Rp 4.000.000
Total: Rp 28.500.000

Anggota DPR sebagai Wakil Ketua Komisi atau Badan

Gaji pokok: Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan: Rp 9.700.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan: Rp 4.300.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.410.000
Bantuan listrik: Rp 4.000.000
Total: Rp 28.340.000

Anggota DPR sebagai Anggota Komisi atau Badan

Gaji pokok: Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan: Rp 9.700.000
Uang paket: Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan: Rp 3.720.000
Komunikasi Intensif: Rp 4.410.000
Bantuan listrik: Rp 4.000.000
Total: Rp 27.760.000

Sementara itu, gaji Gubernur Bank Indonesia (BI) telah mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi Rp 162,2 juta per bulan. Sebelumnya, gaji Gubernur BI mencapai Rp 156 juta per bulan.

Kenaikan gaji juga diterapkan untuk Deputi Gubernur BI yang naik menjadi Rp 136,2 juta per bulan dari sebelumnya Rp 131 juta per bulan.

Jika dilihat dari kenaikan ini, maka Gaji seorang Gubernur BI dua setengah kali lebih tinggi dari total penghasilan yang diterima Presiden, yang sebesar Rp 62,74 juta per bulan. (ken/iy

Selasa, 27 Juli 2010

RTRW Madiun 2000-2010 Direvisi

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tertuang dalam Perda Pemerintah Kabupaten Madiun nampaknya tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, yakni sesuai Undang - undang nomor 26 tahun 2007.
Pasalnya keberadaan tata ruang tersebut tidak lagi sesuai fungsinya. Karenanya, Pemkab Madiun segera mulai melakukan revisi terhadap RTRW dengan disesuaikan Undang - undang yang berlaku. Hal ini menjadi patokan dasar konsep rencana pembangunan Kabupaten Madiun untuk 20 tahun mendatang.

Hal ini diungkapkan Asisten Ekonomi Pembangunan Ir. Bambang Hermanto. Menurutnya, revisi ini untuk rencana pembangunan jangka panjang yang dituangkan dalam rancangan RTRW Kab Madiun tahun 2009-2029

“Sehingga 20 mendatang, konsep tata ruang Kabupaten Madiun sudah jelas dan sesuai aturan,”tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam melakukan revisi terhadap RTRW, pihaknya melakukan jaring asmara dengan melibatkan jajaran Satuan Kerja, Kecamatan, sejumlah tokoh masyarakat dan LSM. Hal ini bertujuan untuk mengakomodasi aspirasi dari stakeholder.

“Pada pelaksanaannya nanti, kita harapkan bisa mendapatkan apresiasi dan dukungan masyarakat,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Bappeda Kab Madiun, Riantini SH menyatakan kegiatan untuk revisi RTRW, pemkab telah mendapatkan bantuan teknis dari Pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi yang ada pada Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jatim.

“Termasuk untuk kegiatan jaring asmara diselenggarakan Pemkab Madiun,” ujarnya.

Diinformasikan, Skala prioritas, ada empat proyek fisik yang menjadi mega proyek Pemkab Madiun.

Diantaranya pembangunan jalan tembus antara Bojonegoro-Caruban, Jalan jalur lintas selatan Caruban. Selain itu juga pembangunan waduk kresek di wilayah Kare serta pembangunan fasilitas Agropolitan didaerah Dolopo.

Sedangkan untuk pemindahan Ibu Kota Pusat Pemerintahan ke Kota Caruban akan dimulai tahun 2010, Dengan diawali dengan pembangunan fasilitas umumnya termasuk pasar, politeknik serta akan disusul pemindahan kantor-kantor.

Program itu tertuang dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) 2009-2013. Dan nanti akan disesuaikan dengan RTRW yang kini telah mulai di revisi.

Ibu Kota Kabupaten Madiun Dipindah ke Mejayan

Madiun (beritajatim.com) - Setelah pergantian kepemimpinan sebanyak 4 kali, akhirnya ibu kota Kabupaten Madiun resmi pindah ke Kecamatan Mejayan. Sebelumnya Ibu kota Madiun masih bertempat di Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

Pemindahan ini dilakukan dimulai dari wacana pemindahan pusat pemerintahan sejak kepemimpinan bupati Bambang Subandono tahun 1983 yang lalu. Kemudian baru dapat dilakansanakan pada tahun 2010 ini setelah keluarnya Peraturan Pemerintah yang ditandatangani langsung oleh presiden RI Susilo Bambang Yudoyono.

"Pemindahan ini berlaku terhitung mulai tanggal 18 Juli 2010 yang bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Madiun yang ke-442. Pemindahan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2010," ujar Sekretaris daerah (Sekda) Provinsi Jatim, Rasiyo, Minggu (18/7/2010).

Dalam acara penyerahan PP RI Nomor 52 tahun 2010 di Pendopo Muda Graha tersebut, Rasiyo menyatakan, Pemprov Jatim, menyambut gembira atas pemindahan ibukota Kabupaten Madiun ke Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, karena hal ini sangat penting sebagai upaya pembentukkan identitas diri sebagai wilayah yang terpisah dengan kota Madiun.

Bupati Madiun Muhtarom, mengatakan, pada dasarnya wacana pemindahan ibukota Kabupaten Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, telah ada sejak 25 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan pembangunan sejumlah gedung, infrastruktur, serta beberapa kantor dinas lebih dulu. Seperti pembangunan gedung DPRD, stadion, Dinas Perhubungan dan pasar.

"Baru saat ini kekuatan hukumnya turun dari Pemerintah Pusat. Wilayah Mejayan dipilih sebagai pusat ibukota karena dinilai sebagai tempat yang paling cocok dari berbagai segi, di antaranya segi sosial, ekonomi, dan lainnya," kata Bupati.

Ia menjelaskan, untuk mendukung pemindahan ibukota tersebut, nantinya diperlukan lahan seluas 30 hektare untuk kantor pemerintah kabupaten setempat. Sedangkan jumlah lahan yang telah tersedia saat ini baru seluas 15 hektare.

"Pembangunan baru akan kita lakukan mulai tahun 2011 mendatang secara bertahap namaun sebelumnya kita juga harus melakukan pembebasan lahan. Hal ini juga masih tergantung dari anggaran," ungkapnya.

Nantinya, setelah semua kantor pemerintahan Kabupaten Madiun berpindah ke Mejayan, aset gedung yang saat ini digunakan sebagai kantor Bupati Madiun di wilayah Pangongangan Kota Madiun, akan dijadikan cagar budaya.

Dijadikan cagar budaya karena tempat tersebut merupakan tempat sejarah peninggalan pusat pemerintahan Kadipaten Madiun yang sebelumnya sempat berpindah-pindah dari wilayah Dolopo, Sogaten, Kuncen (Josenan), Kranggen hingga akhirnya Pangongangan.[rdk/gir]


Akses http://m.beritajatim.com dimana saja melalui ponsel, Blackberry atau iPhone Anda.

Kantor Pemkab Madiun pindah ke Caruban

Bangun Jalan Tembus Bulu - Bojonegoro
Kab. Madiun, Bhirawa
Untuk mendukung rencana Pemkab Madiun kantornya pindah ke Caruban di Kecamatan Mejayan pada 2010 ini, Pemkab Madiun juga membangun jalan tembus mulai Desa Bulu Kecamantan Pilangkenceng ke perbatasan Kab. Bojonegoro sepanjang 7,8 Km dan lebar 3,5 meter dengan dana Rp5,5 miliar dari APBD I dalam waktu dekat ini dimulai pengerjaannya.
Jalan tembus Bulu ke perbatasan dengan Kab. Bojonegoro itu, diharapkan untuk dapatnya meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Lebih dari itu, jalan tembus tersebut, untuk memberdayakan Caruban menjadi kota ibukota Kabupaten Madiun. Juga untuk memberdayakan pula terminal bus di Caruban menjadi terminal bus transit dalam rangka penambahan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
"Yang jelas, tekat Pemkab Madiun membuka jalan tembus Bulu - Bojonegoro itu sudah bulat. Karena dalam hal ini, antara Pemkab Madiun dan DPRD setempat juga menghendaki adanya jalan tembus tersebut,"tegas Bupati Madiun, H. Muhtarom, S.Sos dan Kepala DPU Bina Marga dan Cipta Karya Kab. Madiun Ir. Iswahyudi, M.Si didampingi Ir. Widodo, Kabid Jalan dan Jembatan dihubungi terpisah pekan lalu.
Dijelaskan Pemkab Madiun juga mantap untuk memberdayakan Caruban sebagai kota ibukota Kabupaten Madiun. Ini terbukti, sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang ini Pemkab sudah mulai memindahkan pembangunan beberapa kantor dinas instansi terkait di sekitar Caruban.
Misalnya, gedung DPRD dan kantor DKP Kabupaten Madiun sudah dibangun di Desa Klitik Kecamatan Wonoasri, Kantor DPU Bina Marga dan Cipta Karya, kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Madiun keduanya di jalan Raya Madiun - Caruban - Surabaya, Rumah Sakit Daerah (RSD) di jalan jurusan Caruban - Ngawi. Serta didukung pembangunan lainnya seperti kantor Bank Jatim di Caruban, PT Telkom, PT PLN juga ada.
Ditanya, bagaimana dengan pendopo Kabupaten Madiun dan rumah dinas Bupati Madiun perlu pindah atau tidak?. Spontan, Muhtarom yang juga Ketua DPC PKB Kabupaten Madiun ini, mengatakan, "Wah kalau pendopo Kabupaten Madiun dan rumah dinas Bupati Madiun kiranya tidak mungkin kalau dipindah ke Caruban. Masalahnya, pendopo Kabupaten Madiun masih memiliki nilai historisnya,"tegasnya.
Yang jelas lanjutnya, jalan tembus Caruban - Bojonegoro tujuan utama untuk memberdayakan terminal bus di Caruban. Sebab, selama ini terminal bus di Caruban itu hanya sebagai terminal bus singgah, sehingga sangat minim sekali penambahan income untuk PAD.Tetapi kalau terminal bus caruban bisa menjadi terminal bus transit, minimal dapat menambah PAD Pemkab Madiun.
"Kalau memang terminal bus transit membutuhkan perluasan area terminal bus di Caruban tidak masalah. Di samping lokasinya masih memungkinkan, soal pendanaan kan dapat dibicarakan antara eksekutif dengan legislatif. Masalahnya, ini menyangkut kepentingan penambahan PAD, tentunya kedua belah pihak tentunya menyetujuinya,"tegas bupati.
Sementara Ir. Iswahyudi, M.Si, Kepala DPU Bina Marga dan Cipta Karya Kab. Madiun didampingi Ir. Widodo Kabid Jalan dan Jembatan menjelaskan pembangunan jalan tembus Bulu ke perbatasan Kab. Bojonegoro sepanjan 7,8 Km dan lebar 3,5 meter dengan dana Rp5,5 miliar dari APBD I 2010.
Jalan tembus Bulu ke Kab. Bojonegoro yang masuk jalan kelas III itu sebenarnya sudah ada tetapi kondisinya rusak. Misalnya, jalan 7,8 Km itu, sepanjang 2,2 Km jalan aspal tapi sudah rusak. Sepanjang 4,4 Km jalan berbatuan juga rusak ringan. Sepanjang 800 meter jalan masih jalan tanah.
"Yang jelas, jalan tembus Bulu - Bojonegoro itu, harus dilengkapi kanan kiri jalan dibangunkan saluran pembuang air hujan. Maksudnya, apabila ada hujan, air hujan bisa mengalir dan tidak menggenangi jalan tembus tersebut,"ungkap Ir. Widodo menjelaskan.
Dijelaskan pula, pada 2010 ini, Pemkab Madiun juga membangun jembatan Palur Kecamatan Kebonsari ke Desa Panji Kab. Magetan. Jembatan ini membentang diatas sungai Madiun sepanjang 75 meter lebar 6 meter dana Rp6,6 miliar dari APBD I tahun 2010. "Yanga pasti, untuk kedua proyek itu (jalan tembus Bulu-Bojonegoro dan pembangunan jembatan Palur - Panji Kab. Magetan) tahun 2010 ini pembangunannya harus jadi,"pungkasnya. [dar]

Senin, 26 Juli 2010

MENGGAGAS RUMAH PINTAR dan BIMBINGAN BELAJAR BAGI WARGA MISKIN

Bagi kebanyakan warga Rumah Tangga Sangat Miskin ( RTSM ) kemiskinan bukan saja bermakna miskin harta, akan tetapi juga dapat berarti miskin pengetahuan. Karenanya tidak jarang kebutuhan masalah pendidikan untuk anak seringkali dianggap sesuatu yang kurang penting atau bukan menjadi prioritas utama. Fokus kehidupan mereka berkutat pada persoalan pada upaya bagaimana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dapat tercukupi.
Itulah sebabnya masalah pendidikan anak sebagai generasi penerus bisa menjadi faktor kebutuhan yang nomor buncit, yang pasti bukan sesuatu yang teramat mendesak dan suatu keharusan. Jargon “ banyak anak banyak rejeki, mangan ora mangan wathon kumpul, nrimo ing pandum “ , masih berkembang subur di masyarakat pedesaan yang berbau agraris tradisonal. Kesemuanya itu merupakan bentuk fatalisme dan ketidak berdayaan mereka dalam mengarungi kehidupan.
Kebanyakan dari mereka lebih senang apabila seluruh anggota keluarga secara bersama-sama saling bahu membahu mencari nafkah sesuai kemampuan dan usianya, ketimbang membuang sebagian waktu untuk belajar dan bersekolah menuntut ilmu. Pola ekonomi mereka kemas dengan majemen dari tangan ke mulut, artinya berapapun hasil yang mereka dapatkan habis untuk memenuhi kebutuhan isi perut keluarga hari itu juga. Nyaris tidak ada saving untuk antisipasi kebutuhan yang bersifat mendesak. Inilah salah satu factor penyebab mengapa proses kemiskinan berlangsung dari generasi ke generasi seolah tidak pernah menemui titik perhentian. Ketidak mampuan mereka meraih peluang kesempatan kerja di sector formal, akibat terbatasnya pendidikan dan ktrampilan ( life skill ) yang dimiliki, menjadikan kebanyakan dari mereka berserah diri pada nasib. Bahwa nasib yang menjadikan mereka tetap miskin, dan karena factor keturunan kaum soro mereka miskin, merupakan bahasa klise yang masih mengakar kuat dikalangan masyarakat miskin. Jangankan bercita-cita menjadi orang kaya, mimpipun barangkali tidak pernah. Nasib, sekali lagi nasib yang pantas mereka salahkan. Dengan menyalahkan nasib, mereka tidak menanggung resiko sosial bersinggungan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Program Keluarga Harapan ( PKH ) yang sudah berlangsung sejak tahun 2007 , merupakan sebuah program yang dirancang secara khusus sebagai pilot project gerakan terpadu pengentasan kemiskinan ( Gerdutaskin) dengan tujuan memutus mata rantai kemiskinan. Berbeda dengan program taskin yang lainnya, PKH mengambil peran pada segment calon generasi penerus yakni anak-anak mulai dari usia balita, sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) dan bahkan ibu hamil juga menjadi sasaran pelaksanaan program. Dengan memberi bantuan pada ibu hamil dan balita, diharapkan akan ada perbaikan gizi pada si anak nantinya. Dan dengan demikian pula diharapkan kelak mampu meningkatkan baik kesehatan ibu dan anak maupun kecerdasan si jabang bayi. Pendek kata calon bibit unggul diharapkan dapat lahir dari adanya bantuan tersebut, Sementara dengan bantuan biaya pendidikan untuk anak usia sekolah dasar dan menengah pertama, diharapkan minimal memperoleh bekal pengetahuan pendidikan dasar 9 tahun. Lalu bagaimana selanjutnya setelah bantuan PKH diputus ketika anak lupus SMP ?
Yang menjadi pertanyaan adalah : “ Apakah dengan memberi bantuan biaya pendidikan kepada anak didik peserta PKH, akan secara otomatis meningkatkan prestasi mereka di sekolah “ . Nampaknya korelasi positif antara bantuan biaya pendidikan dengan peningkatan prestasi belajar siswa masih perlu adanya sebuah pembuktian melalui kajian ilmiah secara khusus . Diakui atau tidak banyak factor yang dapat mempengaruhi prestasi anak di sekolah. Diantaranya adalah masalah pengawasan dan kepedulian orang tua, kesempatan belajar di rumah ( ketersediaan waktu relajar ), pendamping / pembimbing belajar, kelengkapan sarana penunjang belajar ( buku , alat peraga edukatif, LKS ,dls ).
Bahwa kemiskinan dekat dengan ketidak berdayaan ( powerlesnes ), kepasrahan ( fatalistik ), kehampaan makna ( meaninglesnes ) dalam menghadapi kenyataan hidup, adalah sebuah realitas sosial yang kesemuanya menjadi factor pendorong terjadinya proses stagnasi prestasi belajar anak. Berangkat dari kenyataan tersebut, perlu adanya sebuah terobosan yang bersifat kreatif inovatif guna mendobrak berbagai hambatan yang mungkin menjadi penyebab terjadinya kemandegan prestasi belajar anak khususnya bagi peserta PKH.
Pendirian rumah pintar yang dikompilasikan dengan memberi semacam kursus bimbingan belajar ( les privat ) kepada anak peserta PKH merupakan sebuah ide gagasan yang nampaknya dapat menerobos barikade hambatan dimaksud. Dengan adanya tambahan waktu belajar di luar jam sekolah dengan dipandu tutor yang berpengalaman, setidaknya akan membantu meningkatkan pemahaman anak terhadap berbagai mata pelajaran di sekolah, serta mingkatkan pengetahuan mereka. Kesemuanya itu diharapkan akan merangsang anak untuk dapat berprestasi disekolah. Bukankah anak-anak dari kalangan the have mampu berprestasi juga dikarenakan berbagai les privat yang disediakan oleh orang tua mereka. Prestasi bukanlah hak milik prerogratif anak-anak dari kalangan berduit. Seperti kata bijak Lao Tze : “ Jadikan keterbatasan sebagai peluang meraih prestasi “. Kemiskinan adalah sebuah kebetulan, mata rantai kemiskinan dapat diputus dengan mejadikan anak-anak kaum papa berprestasi sejajar dengan kalangan menengah atas. Dengan prestasi yang diraih anak, semoga akan merangsang orang tua untuk mendorong anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan bekal pendidikan formal dan pengetahuan yang cukup, kelak dikemudian hari harapan untuk merubah nasib ke arah yang lebih baik akan semakin terbuka lebar. Semoga !!!

INFO PROYEK KAB.MADIUN 2010

PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH MADIUN

PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH MADIUN

DALAM RIBUAN RUPIAH
No Nama Sub Kegiatan / Paket Volume / LOKASI ALOKASI DANA Keterangan Progress
Lelang / Metode E-Proc
RPM PLN TOTAL
1. PEMELIHARAAN RUTIN JALAN ARTERI 1 PAKET 10,000,000 0 10,000,000
1. PEMELIHARAAN RUTIN JALAN CARUBAN-NGAWI CS. MADIUN 5,800,000 0 5,800,000 K OK | Plus
2. PEMELIHARAAN RUTIN JALAN MADIUN - NGAWI (SWA) MADIUN - NGAWI CS. 4,200,000 0 4,200,000 S
2. HONOR PANITIA LELANG 1 PKT 5,000 0 5,000
1. HONOR PANITIA LELANG CARUBAN-NGAWI - MADIUN 5,000 0 5,000 S
3. PEMELIHARAAN RUTIN JEMBATAN WILAYAH MADIUN (SWA) 12 BLN 92,000 0 92,000
1. PEMELIHARAAN RUTIN JEMBATAN WILAYAH MADIUN (SWA) MADIUN 92,000 0 92,000 S
4. HONOR PANITIA LELANG 1 PKT 5,000 0 5,000
1. HONOR PANITIA LELANG PONOROGO-BITING - MADIUN 5,000 0 5,000 S
5. PEMELIHARAAN BERKALA JALAN ARTERI 1 PAKET 5,900,000 0 5,900,000
1. PEMELIHARAAN BERKALA JALAN PONOROGO-BITING MADIUN 5,900,000 0 5,900,000 K OK | Plus
TOTAL 16,002,000 0 16,002,000
Kembali

Progress Lelang
OK: Proses Lelang Telah Selesai BS : Proses Lelang Belum Selesai BL : Belum Lelang

PU Alokasikan Rp4 Triliun untuk Pemberdayaan Masyarakat


15 Feb 2010

* Ekonomi
* Pelita

Jakarta. Pelita
Untuk memberdayakan masyarakat agar aktif dalam pembangunan. Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tahun 2010 mengalokasikan anggaran Rp4 triliun untuk program pemberdayaan. Dalam program ini. semua dana diserahkan masyarakat.

Dirjen Cipta Karya Bud Yuwono di Jakarta, akhir pekan lalu, menjelaskan Kabinet Indonesia Bersatu II sangat besar perhatiannya terhadap program pemberdayaan. Ke depan program ini akan terus ditingkatkan tiap tahunnya, baik kegiatannya atau dukungan dananya. Inti dari program pemberdaayaan adalah untuk memberdayakan masyarakat agar aktif. Masyarakat bukan lagi menjadi obyek, tetapi subyek dalam pembangunan. Semua dana diserahkan dan dikelola masyarakat.

Ia mencontohkan tentang program serupa yang ada di negara tetangga Thailand. Di Thailand dana yang dikelola tidak hanya oleh masyarakat, tapi juga dikelola bersama pihak swasta. Auditornya pun berasal dari auditor profesional, sehingga prosesnya berjalan transparan dan akuntabel. "Konsep mereka sudah lebih maju daripada kita." tambahnya.

Hal senada diakui Direktur Bina Program Ditjen Cipta Karya Danny Sutjjono. Perbedaan program pemberdayaan tahun 2010 ini dengan tahun lalu adalah setiap desa sasaran harus membuat Program Jangka Menengah (PJM).
PJM ini penting karena program tidak hanya berjalan satu tahun tapi paling tidak tiga tahun. Untuk itu. setiap desa sasaran harus menyusun PJM agar program yang berjalan berkelanjutan tidak berhenti di jalan. Sementara untuk penanggungjawab struktural serta fasililatornya masih sama dengan tahun sebelumnya.

Sebelumnya. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kementerian Pekerjaan Umum yang dinakhodai oleh Ditjen Cipta Karya memiliki sasaran 17.420 desa. Program ini terdiri dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di 8.200 desa. Program Pembangunan Infrastruktur Perkotaan (PPIP) di 3.900 desa. Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) di 4.000 desa, dan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 1.320 desa.(oto)
Entitas terkaitAuditornya | Inti | Konsep | Masyarakat | Pelita | Perbedaan | PJM | Program | Triliun | Di Thailand | Pemberdayaan Masyarakat | PU Alokasikan | Ditjen Cipta Karya | Program Jangka Menengah | Sanitasi Berbasis Masyarakat | Kabinet Indonesia Bersatu II | Mandiri Kementerian Pekerjaan Umum | Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat | Program Pembangunan Infrastruktur Perkotaan | Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan | Program Penyediaan Air Minum | Dirjen Cipta Karya Bud Yuwono | Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum | Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah | Direktur Bina Program Ditjen Cipta Karya Danny |
Ringkasan Artikel Ini
Perbedaan program pemberdayaan tahun 2010 ini dengan tahun lalu adalah setiap desa sasaran harus membuat Program Jangka Menengah (PJM). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kementerian Pekerjaan Umum yang dinakhodai oleh Ditjen Cipta Karya memiliki sasaran 17.420 desa. Program ini terdiri dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di 8.200 desa. Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) di 4.000 desa, dan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 1.320 desa.(oto)

Jumlah kata di Artikel : 301
Jumlah kata di Summary : 78
Ratio : 0,259

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.

Teknik Instalasi Router WaveLAN 2-11Mbps di 2.4GHz

Kebutuhan akan sambungan Internet berkecepatan tinggi yang handal semakin terasa saat ini. Kompetisi yang tajam diantara WARNET, Lembaga Pendidikan, Perkantoran membutuhkan solusi akses Internet berkecepatan tinggi. Modem telepon 33.6-56Kbps menjadi usang dalam kompetisi yang demikian tajam, akses Internet kecepatan 64Kbps, 128Kbps hingga 2-11Mbps menjadi dambaan banyak pengusaha WARNET. Sayang sekali infrastruktur Telkom yang ada sekarang ini tidak memadai untuk dipakai pada kecepatan tinggi hingga 2-11Mbps secara reliable dan murah. Paling murah harus membayar Rp. 10 juta / bulan ke Telkom untuk menyewa leased line 2Mbps. Peralatan WaveLAN buatan sendiri membutuhkan Rp. 20 juta-an se pasang (satu link), jadi hanya 2 bulan langganan ke Telkom sudah balik modal.

Berbagai solusi alternatif sambungan ke Internet telah di gunakan banyak orang mulai dari PC-modem dial-up, leased line via Telkom, VSAT semua mempunyai kendala (terutama biaya) pada akses Internet berkecepatan tinggi. Dengan mahalnya solusi kecepatan tinggi yang diberikan maka solusi wireless menjadi menarik karena ternyata memberikan solusi yang relatif murah untuk akses data kecepatan tinggi. Pada prinsip-nya ada dua (2) solusi utama, yaitu:

• Teknologi Satelit untuk jarak jauh – contohnya adalah MELESAT, PalapaNet & TurboNet yang paling murah & masih masuk ke kelas DirectPC.
• Teknologi CDMA / WaveLAN untuk jarak pendek 5-10 km.

Pada kesempatan ini kami akan membahas teknik menginstalasi router WaveLAN yang murah agar dapat mengkaitkan sebuah LAN ke jaringan Internet. Router WaveLAN built-up dapat dibeli dari beberapa perusahaan di Indonesia maupun langsung dari Amerika Serikat seharga sekitar US$3000-an per buahnya. Mahal sekali memang, oleh karena itu akal-akalan perlu kita lakukan untuk menekan harga supaya menjadi sangat murah sekitar Rp. 20-an juta sepasang (satu link). Rekan-rekan yang aktif mengusahakan router WaveLAN yang murah ini terutama di motori oleh aulia@wahid.com dan AI3-ITB (dedi@ai3.itb.ac.id).

Perlu di camkan disini bahwa ijin penggunaan frekuensi harus di mintakan ke DITJEN POSTEL, karena sampai saat ini belum dibebaskan penggunaan frekuensi di alokasi frekuensi data kecepatan tinggi ini untuk digunakan secara bebas. Adapun alokasi frekuensi yang perlu dimintakan ijin-nya adalah band 2.4GHz umumnya. Walaupun beberapa peralatan WaveLAN yang baru juga menggunakan band-band lain seperti 5.8GHz, 10GHz maupun 915MHz (yang dilarang digunakan di Indonesia). Biaya sewa frekuensi-nya harus di check ke http://www.postel.go.id - tapi rasanya sekitar Rp. 2 juta / tahun (masih lebih murah daripada berlangganan Telkom).

Pada kesempatan ini penulis mencoba untuk memberi sedikit gambaran penyambungan Internet melalui radio WaveLAN (2.4GHz) dan teknik membuat router mengggunakan WaveLAN tsb.

Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis card WaveLAN yang banyak beredar di pasaran. Salah satu yang banyak beredar saat ini berbentuk PCMCIA seperti WavePOINT II yang biasanya digunakan dalam konfigurasi LAN bridge tanpa kabel. Dengan WavePOINT II orang di kantor dapat berjalan-jalan / mobile menggunakan laptop-nya tanpa perlu pusing dengan mencari colokan LAN. Dengan perangkat lunak yang sesuai maka card WaveLAN tsb bisa di aktifkan dengan baik. Pada gambar tampak card WavePOINT II PCMCIA yang dimaksud.

Jenis lain yang saat ini banyak digunakan untuk sambungan dedikated antar Warnet maupun lembaga pendidikan ke Internet adalah jenis gabungan antara card PCMCIA dengan dudukan untuk ke bus ISA di motherboard PC. Jenis ini yang banyak digunakan di ITB untuk menyambungkan berbagai universitas / instansi ke Internet.

Gambaran umum topologi penyambungan dua buah LAN melalui perangkat WaveLAN ini dapat dilihat pada gambar. WaveLAN berfungsi sebagai saluran jarak jauh antara ke dua LAN yang akan di sambungkan tersebut. Jarak tempuh peralatan WaveLAN ini sekitar 5-10 km harus line-of-sight artinya tidak boleh ada halangan fisik diantara ke dua antenna WaveLAN tsb. Jika ada gedung atau gunung ya di jamin halal komunikasi tidak akan terjadi karena kita bekerja pada frekuensi 2.4GHz di Microwave band. Tampak pada gambar yang lain tumpukan antenna WaveLAN yang ada di atap salah gedung di ITB untuk menyambungkan ke banyak institusi di sekitarnya. Teknik mengarahkan antenna merupakan seni tersendiri apalagi pada jarak jauh 5-10 km yang kadang-kadang cukup sulit untuk melihat ujung lawan bicaranya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peralatan arrester (anti petir) seperti tampak pada gambar HARUS dipasang antara Card WaveLAN dan antenna agar peralatan kita aman dari imbas maupun sambaran langsung dari Petir. Arrester adalah investasi yang menguntungkan dibandingkan memberikan mangsa card wavelan kita ke petir.
Instalasi router WaveLAN
WaveLAN di dukung oleh banyak sistem operasi seperti WindowsNT, FreeBSD & Linux untuk beroperasi sebagai router. Ada cukup banyak informasi di Internet yang memungkinkan kita menjalankan PC sebagai gateway / router wavelan. Yang perlu dilakukan adalah menginstall Linux / FreeBSD di komputer anda yang ingin dijadikan router, kemudian menginstall driver yang sesuai dengan card wavelan yang kita gunakan untuk sambungan ke Internet. Saya yakin bahasa Inggris bukan masalah bagi sebagian besar pembaca maka beberapa situs di Internet yang membawa informasi tentang WaveLAN ini antara lain adalah:

• http://www.hpl.hp.com/personal/Jean_Tourrilhes/Linux/Linux.Wireless.Overview.html - yang berisi tutorial & overview tentang teknologi wireless Internet di Linux.
• http://www.fasta.fh-dortmund.de/users/andy/wvlan/ - Web milik andy yang berisi perangkat lunak driver WaveLAN untuk di Linux untuk kernel versi 2.3.x.
• Halaman Web milik Jean Tourrilhes yang berisi tentang Linux & Wireless LAN pada http://www.hpl.hp.com/personal/Jean_Tourrilhes/Linux/. Anda hampir dapat dipasti akan menemukan banyak sekali informasi tentang Linux & WaveLAN di sini.
• Kumpulan driver PCMCIA di Linux yang dikumpulkan oleh David Hind pada http://pcmcia.sourceforge.org/.
• Informasi yang sangat baik tentang WaveLAN/IEE di Linux oleh Harald Roelle di http://www.roelle.com/wvlanPPC/.
• Web milik Justin Seger yang memelihara WaveLAN/PCMCIA driver di http://www.media.mit.edu/~jseger/wavelan.html

Beberapa Frequently Asked Questions (FAQ) & file HOWTO yang mungkin akan membantu kita dapat mengembangkan WaveLAN menggunakan Linux dapat dilihat di:

• http://linux.grmbl.be/wlan/ - merupakan FAQ yang dimaintain oleh Dries Buytaert.
• http://www.rage.net/wireless/wireless-howto.html - merupakan keterangan cara menggunakan WaveLAN di Linux.
• http://www.qsl.net/n9zia/ - menjelaskan cara mengkaitkan jaringan dari rumah ke rumah menggunakan WaveLAN.

Pada kesempatan ini kami ingin menjelaskan pengalaman kami di ITB dalam menginstalasi banyak router WaveLAN menggunakan FreeBSD dengan konfigurasi minimal komputer PC 486, RAM 8Mbyte dan harddisk paling sedikit 200Mbyte. Selanjutkan akan di terangkan setup kernel FreeBSD agar dapat mensupport card WaveLAN.
Instalasi FreeBSD untuk mendukung WaveLAN
Setelah PC router anda di install FreeBSD minimal versi 3.0 ke atas, masuklah sebagai root. FreeBSD versi 3.0 keatas akan mengenai WaveLAN dan di kenal sebagai device “wi”. Oleh karena itu kita perlu mengkonfigurasi kernel FreeBSD 3.0 ini agar mengenali device “wi” caranya adalah

# cd /sys/i386/conf

copykan konfigurasi GENERIC-nya ke WAVELAN agar konfigurasi GENERIC bisa di recover jika ada hal-hal yang lupa di kemudian hari.

# cp GENERIC WAVELAN

Mari kita edit file WAVELAN cari baris seperti dibawah ini “PCCARD (PCMCIA) support” – kemudian di hilangkan tanda pagar (#)-nya dan di tambahkan satu baris yaitu device wi0 at isa? port? net irq? seperti tampak di bawah ini.

# PCCARD (PCMCIA) support
controller card0
device pcic0 at card?
device pcic1 at card?
device wi0 at isa? port? net irq?


Kemudian cari baris PCCARD NIC drivers dan tutup semua device ze0 dan zp0 menggunakan tanpa pagar (#) seperti di bawah ini.

# PCCARD NIC drivers.
# ze and zp take over the pcic and cannot coexist with generic pccard
# support, nor the ed and ep drivers they replace.
#device ze0 at isa? port 0x300 net irq 10 iomem 0xd8000
#device zp0 at isa? port 0x300 net irq 10 iomem 0xd8000

Jangan lupa mengedit juga card-card yang lain seperti card ethernet / LAN card agar sesuai dengan setting port & IRQ yang digunakan.

Setelah semua beres di edit, kita mulai mengcompile kernel baru untuk router FreeBSD dengan perintah

# config WAVELAN
# cd ../../compile/WAVELAN

compile konfigurasi WAVELAN dengan perintah

# make depend && make && make install

Selanjutnya kita perlu meminum kopi & ngobrol sambil menunggu komputer menyelesaikan semua pekerjaan. Setelah selesai router WaveLAN FreeBSD yang baru kita reboot.
Konfigurasi Router
Setelah kernel dibuat dengan baik, maka selanjutnya kita perlu melakukan konfigurasi beberapa file terutama di /etc untuk mengkonfigurasi card WaveLAN pada router tsb. Kami sarankan juga untuk membaca buku-buku tentang TCP/IP untuk mengerti teknik-teknik routing di jaringan Internet. Buka file di directory /etc tsb

# cd /etc/defaults
# vi rc.conf

di sini kami contohkan menggunakan vi editor, tentunya boleh-boleh saja menggunakan ee atau pico dll. Aktifkan baris file yang menunjukan PC card seperti di bawah ini

pccard_enable="YES" # Set to YES if you want to configure PCCARD devices.
pccard_mem="OPEN" # If pccard_enable=YES, this is card memory address.
pccard_ifconfig="YES" # Specialized pccard ethernet configuration (or NO).

Aktifkan sarana untuk routing melalui PC FreeBSD router yang kita install dengan cara menset.

gateway_enable="YES" # Set to YES if this host will be a gateway.
router_enable="YES" # Set to YES to enable a routing daemon.
router="/usr/local/sbin/gated" # Name of routing daemon to use.
router_flags="" # Flags for routing daemon.

Kembali ke direktori /etc. Selanjutnya kita perlu menset IP address card ethernet melalui perintah ifconfig dan routing melalui ethernet dll. yang ada dalam file /etc/rc.conf. Perlu diketahui bahwa file /etc/rc.conf berbeda dengan /etc/defaults/rc.conf, file /etc/rc.conf selain untuk menset IP address card Ethernet juga digunakan untuk menset sarana lainnya seperti mouse, routing, dll. Akan tetapi interface wavelan “wi0” tidak perlu di set di /etc/rc.conf karena setting device / interface wavelan “wi0” dilakukan pada file /etc/pccard.conf.defaults. Setelah selesai mengedit /etc/rc.conf. Copykan file pccard.conf.default menjadi pccard.conf dengan perintah

# cp pccard.conf.default pccard.conf

Masukan IP address card WaveLAN ke file /etc/pccard.conf, kemudian edit seperti dibawah ini

# $FreeBSD: src/etc/pccard.conf.sample,v 1.24.2.15 1999/11/16 17:48:38 roger Exp
$
# Generally available IO ports
io 0x240-0x360
# Generally available IRQs (Built-in sound-card owners remove 5)
irq 3 5 10 11 13 15
# Available memory slots
# Configurasi ini jangan di rubah,....!!!
# - Dedi -
#memory 0xd8000 96k
memory 0xd0000 96k

# Lucent WaveLAN/IEEE
card "Lucent Technologies" "WaveLAN/IEEE"
config 0x1 "wi0" 11
insert echo WaveLAN/IEEE inserted
insert /etc/pccard_ether wi0
insert /sbin/ifconfig wi0 167.205.207.58 netmask 255.255.255.248
insert /usr/local/sbin/gated
remove echo WaveLAN/IEEE removed
remove /sbin/ifconfig wi0 delete

Mencoba Operasi Card WaveLAN IEEE 802.11
Setelah setting pccard.conf selesai & PC router FreeBSD telah di reboot kembali, masukan PC Card WaveLAN IEEE 802.11 pada PC anda kemudian nyalakan PC tsb. Tinggal kita perhatikan available memory slots yang digunakan oleh PC card WaveLAN tsb. Jika sesuai maka FreeBSD akan langsung mengenali-nya dengan demikian maka anda selesai & sukses, apabila tidak dikenali maka coba di ganti setting pada pccard.conf entry

memory 0xd0000 96k

Yang tampaknya tidak cocok, di ganti dengan

memory 0xd8000 96k

Jangan lupa di sesuaikan IRQ agar sesuai dengan port IRQ pada card WaveLAN dan juga ROMBIOS port IRQ yang menunjukan card tersebut harus dibuka. Biasanya setelah kita compile kernel-nya tadi, FreeBSD akan mencari sendiri memory slot-nya.

Beberapa perintah dalam FreeBSD untuk mengedit setting pada card WaveLAN 802.11 ini adalah

# wicontrol
# pccardd (untuk mengaktifkan sebuah card waveLAN)

Untuk melihat parameter card WaveLAN, perintah wicontrol –I wi0 dapat kita gunakan dengan contoh dibawah ini

root:/data/login/dedi
wavelan-itb >> wicontrol -i wi0
NIC serial number: [ 98UT11330552 ]
Station name: [ FreeBSD WaveLAN/IEEE node ]
SSID for IBSS creation: [ FreeBSD IBSS ]
Current netname (SSID): [ FreeBSD IBSS ]
Desired netname (SSID): [ ANY ]
Current BSSID: [ 00:00:00:00:00:00 ]
Channel list: [ 2047 ]
IBSS channel: [ 3 ]
Current channel: [ 3 ]
Comms quality/signal/noise: [ 0 27 27 ]
Promiscuous mode: [ Off ]
Port type (1=BSS, 3=ad-hoc): [ 3 ]
MAC address: [ 00:60:1d:03:8d:eb ]
TX rate: [ 3 ]
RTS/CTS handshake threshold: [ 2347 ]
Create IBSS: [ Off ]
Access point density: [ 1 ]
Power Mgmt (1=on, 0=off): [ 0 ]
Max sleep time: [ 100 ]

Selamat mencoba

MENGENAL PROTOKOL INTERNET

Agar jaringan intrenet ini berlaku semestinya harus ada aturan standard yang mengaturnya karena itu diperlukan suatu protokol internet.
Sejarah TCP/IP
Internet Protocol dikembangkan pertama kali oleh Defense Advanced Research Projects Agency ( DARPA) pada tahun 1970 sebagai awal dari usaha untuk mengembangkan protokol yang dapat melakukan interkoneksi berbagai jaringan komputer yang terpisah, yang masing-masing jaringan tersebut menggunakan teknologi yang berbeda. Protokol utama yang dihasilkan proyek ini adalah Internet Protocol (IP). Riset yang sama dikembangkan pula yaitu beberapa protokol level tinggi yang didesain dapat bekerja dengan IP. Yang paling penting dari proyek tersebut adalah Transmission Control Protocol (TCP), dan semua grup protocol diganti dengan TCP/IP suite. Pertamakali TCP/IP diterapkan di ARPANET, dan mulai berkembang setelah Universitas California di Berkeley mulai menggunakan TCP/IP dengan sistem operasi UNIX. Selain Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) ini yang mengembangkan Internet Protocol, yang juga mengembangkan TCP/IP adalah Department of defense (DOD).
Istilah-istilah didalam Internet Protocol
Ada beberapa istilah yang sering ditemukan didalam pembicaraan mengenai TCP/IP, yaitu diantaranya :
Host atau end-system, Seorang pelanggan pada layanan jaringan komunikasi. Host biasanya berupa individual workstation atau personal computers (PC) dimana tugas dari Host ini biasanya adalah menjalankan applikasi dan program software server yang berfungsi sebagai user dan pelaksana pelayanan jaringan komunikasi.
Internet, yaitu merupakan suatu kumpulan dari jaringan (network of networks) yang menyeluruh dan menggunakan protokol TCP/IP untuk berhubungan seperti virtual networks.
Node, adalah istilah yang diterapkan untuk router dan host.protocol, yaitu merupakan sebuah prosedur standar atau aturan untuk pendefinisian dan pengaturan transmisi data antara komputer-komputer.
Router, adalah suatu devais yang digunakan sebagai penghubung antara dua network atau lebih. Router berbeda dengan host karena router bisanya bukan berupa tujuan atau data traffic. Routing dari datagram IP biasanya telah dilakukan dengan software. Jadi fungsi routing dapat dilakukan oleh host yang mempunyai dua networks connection atau lebih.
Overview TCP/IP
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, TCP/IP juga dikembangkan oleh Department of Defense (DOD). DOD telah melakukan proyek penelitian untuk menghubungkan beberapa jaringan yang didesain oleh berbagai vendor untuk menjadi sebuah networks of networks (Internet). Pada awalnya hal ini berhasil karena hanya menyediakan pelayanan dasar seperti file transfer, electronic mail, remote logon. Beberapa komputer dalam sebuah departemen dapat menggunakan TCP/IP (bersamaan dengan protokol lain) dalam suatu LAN tunggal. Komponen IP menyediakan routing dari departmen ke network enterprise, kemudian ke jaringan regional dan akhirnya ke global internet. Hal ini dapat menjadikan jaringan komunikasi dapat rusak, sehingga untuk mengatasinya maka kemudian DOD mendesain TCP/IP yang dapat memperbaiki dengan otomatis apabila ada node atau saluran telepon yang gagal. Hasil rancangan ini memungkinkan untuk membangun jaringan yang sangat besar dengan pengaturan pusat yang sedikit. Karena adanya perbaikan otomatis maka masalah dalam jaringan tidak diperiksa dan tak diperbaiki untuk waktu yang lama.
Seperti halnya protokol komunikasi yang lain, maka TCP/IP pun mempunyai beberapa layer, layer-layer itu adalah :
 IP (internet protocol) yang berperan dalam pentransmisian paket data dari node ke node. IP mendahului setiap paket data berdasarkan 4 byte (untuk versi IPv4) alamat tujuan (nomor IP). Internet authorities menciptakan range angka untuk organisasi yang berbeda. Organisasi menciptakan grup dengan nomornya untuk departemen. IP bekerja pada mesin gateaway yang memindahkan data dari departemen ke organisasi kemudian ke region dan kemudian ke seluruh dunia.
 TCP (transmission transfer protocol) berperan didalam memperbaiki pengiriman data yang benar dari suatu klien ke server. Data dapat hilang di tengah-tengah jaringan. TCP dapat mendeteksi error atau data yang hilang dan kemudian melakukan transmisi ulang sampai data diterima dengan benar dan lengkap.
 Sockets yaitu merupakan nama yang diberikan kepada subrutin paket yang menyediakan akses ke TCP/IP pada kebanyakan sistem.
Bebrapa hal penting didalam TCP/IP
1. Jaringan Peminta Terendah (Network of Lowest Bidders)
IP dikembangkan untuk membuat sebuah network of networks (Internet). Individual machine dihubungkan ke LAN (ethernet atau Token ring). TCP/IP membagi LAN dengan user yang lain (Novell file server, windows dll). Satu devais menyediakan TCP/IP menghubungkan antara LAN dengan dunia luar.
Untuk meyakinkan bahwa semua tipe sistem dari berbagai vendor dapat berkomunikasi, maka penggunaan TCP/IP distandarkan pada LAN. Dengan bertambahnya kecepatan mikroprossesor, fiber optics, dan saluran telepon digital maka telah menciptakan beberapa pilihan teknologi baru diantaranya yaitu ISDN, frame relay, FDDI, Asynchronous Transfer Mode (ATM).
Rancangan asli dari TCP/IP adalah sebagai sebuah network of networks yang cocok dengan penggunaan teknologi sekarang ini. Data TCP/IP dapat dikirimkan melalui sebuah LAN, atau dapat dibawa dengan sebuah jaringan internal corporate SNA, atau data dapat terhubung pada TV kabel . Lebih jauh lagi, mesin-mesin yang berhubungan pada salah satu jaringan tersebut dapat berkomunikasi dengan jaringan yang lain melalui gateways yang disediakan vendor jaringan .
2. Masalah Pengalamatan
Dalam sebuah jaringan SNA , setiap mesin mempunyai Logical Units dengan alamat jaringan masing-masing. DECNET, Appletalk, dan Novell IPX mempunyai rancangan untuk membuat nomor untuk setiap jaringan lokal dan untuk setiap workstation yang terhubung ke jaringan.
Pada bagian utama pengalamatan lokal network, TCP/IP membuat nomor unik untuk setiap workstation di seluruh dunia. Nomor IP adalah nilai 4 byte (IPv4) dengan konvensi merubah setiap byte ke dalam nomor desimal (0 sampai 255 untuk IP yang digunakan sekarang) dan memisahkan setiap bytes dengan periode. Sebagai contoh misalnya 130.132.59.234.
Sebuah organisasi dimulai dengan mengirimkan electronic mail ke Hostmaster@INTERNIC.NET meminta untuk pembuatan nomor jaringan. Hal ini dimungkinkan bagi hampir setiap orang untuk memperoleh nomor untuk jaringan "small class C" dengan 3 bytes pertama meyatakan jaringan dan byte terakhir menyatakan individual komputer. Organisasi yang lebih besar dapat memperoleh jaringan "Class B" dengan 2 bytes pertama menyatakan jaringan dan 2 bytes terakhir menyatakan menyatakan masing-masing workstation sampai mencapai 64.000 individual workstation. Contoh Jaringan Class B Yale adalah 130.132, jadi semua komputer dengan IP address 130.132.*.* adalah dihubungkan melalui Yale.
Kemudian organisasi berhubungan dengan intenet melalui satu dari beberapa jaringan regional atau jaringan khusus. vendor jaringan diberi nomor pelanggan networks dan ditambahkan ke dalam konfigurasi routing dalam masing-masing mesin.
Tidak ada rumus matematika yang mengubah nomor 192.35.91 atau 130.132 menjadi "Yale University" atau "New Haven". Mesin-mesin yang mengatur jaringan regional yang besar atau routers Internet pusat dapat menentukan lokasi jaringan-jaringan tersebut dengan mencari setiap nomor jaringan tersebut dalam tabel. Diperkirakan ada ribuan jaringan class B dan jutaan jaringan class C. Pelanggan yang terhubung dengan Internet, bahkan perusahaan besar seperti IBM tidak perlu untuk memelihara informasi pada jaringan-jatingan yang lain. Mereka mengirim semua eksternal data ke regional carrier yang mereka langgan, dan regional carrier mengamati dan memelihara tabel dan melakukan routing yang tepat.
3. Subnets
Meskipun pelanggan individual tidak membutuhkan nomor tabel jaringan atau menyediakan eksplisit routing, tapi untuk kebanyakan jaringan class B dapat diatur secara internal sehingga lebih kecil dan versi organisasi jaringan yang lebih sederhana. Biasanya membagi dua byte internal assignment menjadi satu byte nomor departmen dan satu byte Workstation ID.
Enterprise network dibangun dengan menggunakan TCP/IP router box secara komersial. setiap router mempunyai tabel dengan 255 masukan untuk mengubah satu byte nomor departmen menjadi pilihan tujuan ethernet yang terhubung ke salah satu router. Misalnya, pesan ke 130.132.59.234 melalui jaringan regional National dan New England berdasarkan bagian nomor 130.132. Tiba di Yale, 59 department ID memilih ethernet connector . 234 memilih workstation tertentu pada LAN. Jaringan Yale harus diupdate sebagai ethernet baru dan departemen ditambahkan, tapi tidak dipengaruhi oleh perubahan dari luar atau perpindahan mesin dalam departemen.
4. Jalur-jalur tak tentu
Setiap kali sebuah pesan tiba pada sebuah IP router, maka router akan membuat keputusan ke mana berikutnya pesan tersebut akan dikirimkan. Ada konsep satu waktu tertentu dengan preselected path untuk semua traffic. Misalkan sebuah perusahaan dengan fasilitas di New York, Los Angles, Chicago dan Atlanta. Dapat dibuat jaringan dari empat jalur telepon membentuk sebuah loop (NY ke Chicago ke LA ke Atlanta ke NY). Sebuah pesan tiba di router NY dapat pergi ke LA melalui Chicago atau melalui Atlanta. jawaban dapat kembali ke jalan lain.
Bagaimana sebuah router dapat membuat keputusan antara router dengan router? tidak ada jawaban yang benar. Traffic dapat dipetakan dengan algoritma "clockwise" (pergi ke NY ke Atlanta, LA ke chicago). Router dapat menentukan, mengirimkan pesan ke Atlanta kemudian selanjutnya ke ke Chicago. Routing yang lebih baik adalah dengan mengukur pola traffic dan mengirimkan data melalui link yang paling tidak sibuk.
Jika satu saluran telepon dalam satu jaringan rusak, pesan dapat tetap mencapai tujuannya melalui jalur yang lain. Setelah kehilangan jalur dari NY ke Chicago, data dapat dikirim dari NY ke Atlanta ke LA ke Chicago. Dengan begitu maka jalur akan berlanjut meskipun dengan kerugian performance menurun.
Perbaikan seperti ini merupakan bagian tambahan pada desain IP.
5. Masalah yang Tidak Diperiksa (Undiagnosed Problem)
Jika ada error terjadi, maka dilaporkan ke network authorities. Error tersebut harus dibenarkan atau diperbaiki. IP, didesain untuk dapat tahan dan kuat. Kehilangan node atau jalur adalah hal biasa, tetapi jaringan harus tetap jalan. Jadi IP secara otomatis menkonfigurasi ulang dirinya sendiri bila terjadi sesuatu yang salah. Jika banyak redundancy yang dibangun ke dalam sistem maka komuniksi tetap berlangsung dan terjaga. TCP dirancang untuk memulihkan node atau saluran yang gagal dimana propagasi routing table berubah untuk semua node router. Karena proses updating memerlukan waktu yang lama , TCP agak lambat untuk menginisiasi pemulihan.
6. Mengenai Nomor IP
Setiap perusahaan besar atau perguruan tinggi yang terhubung ke internet harus mempunyai level intermediet network. beberapa router mungkin dikonfigurasi untuk berhubungan dengan bebarapa department LAN. Semua traffic di luar organisasi dihubungkan dengan koneksi tunggal ke jaringan provider regional.
Jadi, pemakai akhir dapat menginstall TCP/IP pada PC tanpa harus tahu jaringan regional . Tiga bagian informasi dibutuhkan :
 IP address dibuat pada PC
 Bagian dari IP address (subnet mask) yang membedakan mesin lain dalam LAN yang sama (pesan dapat dikirim secara langsung ) dengan mesin-mesin di departemen lain atao dimanapun di seluruh dunia ( yang dikirimkan ke router mesin)
 IP address dari router mesin yang menghubungkan LAN tersebut dengan dunia luar.
7. Susunan TCP/IP protocol
Internet pada mulanya didesain dengan dua kriteria utama. Dua kriteria ini mempengaruhi dan membentuk hardware dan software yang digunakan sekarang. Kriteria tersebut : Jaringan harus melakukan komunikasi antara para peneliti di belahan dunia yang berbeda, memungkinkan meraka dapat berbagi dan berkomunikasi mengenai penelitian mereka satu sama lain. Sayangnya, riset memerlukan berbagai komputer dari beragam platform dan arsitektur jaringan yang berbeda untuk keperluan keilmuan. Maka untuk itu diperlukan protocol suite untuk dapat berhubungan dengan berbagai platforms hardware yang berbeda dan bahkan sistem jaringan yang berbeda. Lebih jauh lagi, network harus merupakan jaringan komunikasi yang kuat yang mempunyai kemampuan dapat bertahan dari serangan nuklir. Rancangan ini memebawa ke arah desentralisasi jaringan yang terdiri dari jaringan yang terpisah, lebih kecil, jaringan yang diisolasi yang mempunyai kemampuan otomatis bila diperlukan.
Layer menyediakan level abstrsaksi untuk software dan menaikkan kemampuan menggunakan kembali dan kebebasan platform. Layer-layer tersebut dimaksudkan untuk benar-benar terpisah dari satu sama lain dan juga independen. Layer tersebut tidak mengandalkan informasi detail dari layer yang lain. Arsitektur rancangan ini membuat lebih mudah untuk melakukan pemeliharaan karena layer dapat didesain ulang atau dikembangkan tanpa merusak integritas protokol stack.
TCP/IP protocol suite terdiri dari 4 layers: Applikasi, Transport, Internetwork, dan network interface. Layer tersebut dapat dilihat sebagai hirarki seperti di bawah ini :
Layer Applikasi adalah sebuah aplikasi yang mengirimkan data ke transport layer. Misalnya FTP, email programs dan web browsers.
Layer Transport bertanggung jawab untuk komunikasi antara aplikasi. Layer ini mengatur aluran informasi dan mungkin menyediakan pemeriksaan error. Data dibagi kedalam beberapa paket yang dikirim ke internet layer dengan sebuah header. Header mengandung alamat tujuan, alamat sumber dan checksum. Checksum diperiksa oleh mesin penerima untuk melihat apakah paket tersebut ada yang hilang pada rute.
Layer Internetwork bertanggung jawab untuk komunikasi antara mesin. Layer ini meg-engcapsul paket dari transport layer ke dalam IP datagrams dan menggunakan algoritma routing untuk menentukan kemana datagaram harus dikirim. Masuknya datagram diproses dan diperiksa kesahannya sebelum melewatinya pada Transport layer.
Layer networks interface adalah level yang paling bawah dari susunan TCP/IP. Layer ini adalah device driver yang memungkinkan datagaram IP dikirim ke atau dari pisikal network. Jaringan dapaat berupa sebuah kabel, Ethernet, frame relay, Token ring, ISDN, ATM jaringan, radio, satelit atau alat lain yang dapat mentransfer data dari sistem ke sistem. Layer network interface adalah abstraksi yang memudahkan komunikasi antara multitude arsitektur network.

JARINGAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH PEDESAAN


Tercapainya pemerataan pendapatan merupakan kondisi ideal dalam sebuah masyarakat. Kondisi ini mungkin dicapai dengan menyempitkan berbagai jurang sosial-ekonomi yang ada, seperti yang tampak dengan jelas saat ini adanya perbedaan tingkat sosial, ekonomi maupun pendidikan antar wilayah di Indonesia. Sayangnya, acuan keberhasilan pembangunan yang umum dipakai, seperti GNP, sifatnya sangat global yang akhirnya cenderung untuk mengadopsi berbagai kebijaksanaan yang bersifat memaksimalkan hasil produksi dan pemasaran secara nasional. Hal tsb. diatas secara tidak langsung menyembunyikan berbagai permasalahan sosial-ekonomi pada tingkat keluarga, wilayah maupun sektor informal.
Institusi ekonomi tingkat pedesaan seperti pra-koperasi simpan pinjam mempunyai potensi yang cukup besar dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi regional yang ada, terutama jika kita kaitkan dengan berbagai informasi yang bisa ditarik dari proses simpan pinjam, misalnya penggunaan sumber daya lokal; alokasi dana pada tingkat keluarga dan wilayah. Konsep pengembangan wilayah yang kami pikirkan bertumpu pada pengkaitan informasi dalam sistem pra-koperasi simpan-pinjam. Informasi khususnya tentang peri-kehidupan ekonomi anggota koperasi dapat secara tidak langsung dicerminkan dari kegiatan simpan pinjam yang dilakukan. Informasi yang ada dapat berupa penghasilan yang diperoleh (misalnya dari hasil bumi), keadaan sumber penghasilan anggota pra-koperasi dll. Dengan menggabungkan informasi yang ada dari berbagai pra-koperasi di suatu wilayah, keadaan wilayah dapat ditela'ah. Informasi ini akan sangat berguna bagi pengambilan keputusan-keputusan untuk mengembangkan wilayah yang dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi maupun untuk menarik investasi dari luar ke dalam suatu wilayah (dalam hal ini wilayah pedesaan).
Bagaimana kemungkinan implementasi konsep diatas? Dua hal yang cukup menentukan adalah (1) pembiayaan proses yang berjalan dan (2) pemilihan teknologi informasi yang tepat. Agar sistem (jaringan informasi untuk pengembangan wilayah pedesaan) tidak tergantung dari atas, pembiayaan sistem yang disarankan dapat langsung diperoleh dari assosiasi pra-koperasi itu sendiri dengan memakai "bunga" pinjaman sebagai modal. Tentunya dibutuhkan jumlah anggota minimal dalam pra-koperasi ini (misalnya 25 kepala keluarga) agar dapat tetap hidup tanpa perlu bantuan dari luar. Sebuah assosiasi pra-koperasi dengan anggota 20-30 pra-koperasi cukup mudah menyediakan dana sebesar 4-6 juta rupiah per-tahun untuk membiayai sistem informasi antar pra-koperasi.
Pemilihan teknologi informasi sangat tergantung pada kondisi masyarakat yang ada. Kondisi pedesaan yang ada tampaknya tidak memungkinkan untuk menggunakan komputer mikro (laptop) di tingkat pra-koperasi. Akan tetapi cukup mudah bagi kita untuk mendidik lulusan sekolah menengah di pedesaan untuk mengoperasikan sebuah komputer laptop. Sebuah komputer laptop dapat diperoleh dengan dana sebesar 1.5-2 juta rupiah, sisa dana dapat digunakan untuk biaya operasi bagi operator tamatan sekolah menengah ini untuk berkeliling ke pra-koperasi serta mengumpulkan data setiap bulan.
Dalam assosiasi pra-koperasi tingkat kecamatan atau kabupaten jaringan informasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang relatif lebih canggih seperti menggunakan teknologi jaringan komputer menggunakan radio (paket radio). Apalagi dengan berhasilnya Prof. Dr. Iskandar Alisyahbana (ITB) memasang stasiun bumi untuk menghubungkan jaringan komputer radio ke satelit internasional untuk komunikasi komputer radio (VITASAT), hubungan komputer dapat dilakukan secara mudah dan murah dengan berbagai assosiasi pra-koperasi tingkat nasional maupun internasional. Dengan adanya usaha bersama dari Prof. Dr. Iskandar Alisyahbana dan Dr. Nasserie (ITB) peralatan paket radio sudah dapat kita buat sendiri di Indonesia. Bahkan saat ini usaha untuk membuat sendiri chip (IC) modem untuk peralatan paket radio sedang dijajaki oleh Ir. A. Fuad Mas'ud dan Amy Setiadi M.Sc dari PAU Mikroelektronika ITB. Teknologi paket radio ini sangat mudah dan murah untuk diadopsi, beberapa lembaga seperti ITB, LAPAN, BPPT, PUSILKOM-UI saat ini telah mulai menggunakan teknologi ini untuk membangun jaringan komputernya. Terbentuknya jaringan informasi elektronik biaya murah di Indonesia, bukan hanya menarik investor di Indonesia tapi juga lembaga-lembaga penelitian internasional, seperti antara lain Dr. Rebecca Aiken (McGill University Indonesia Project, Canada), Prof. Dr. Tom Chapman (University of Wisconsin - Madison, USA) dan Environmental Management Development in Indonesia (EMDI, Canada) untuk ikut aktif membantu pembangunan di Indonesia.
Keuntungan apa yang bisa diperoleh bagi anggota pra-koperasi dengan ada jaringan informasi elektronik ini? Mari kita tinjau dari sumber pinjaman. Bank dapat melayani jaringan assosiasi pra-koperasi tingkat pertama, dengan performance collateral yang didasarkan atas informasi dari komputer laptop yang di-audit. Jika diperlukan, audit ditingkat pra-koperasi dapat juga dilakukan secara acak tetapi periodik. Pinjaman diberikan pada asosiasi, yang kemudian menyalurkannya pada anggota atas dasar tanggungan sambung-renteng.
Tapi sumber pinjaman tidak hanya bank, melainkan dari interlending di tingkat asosiasi pertama dan kedua, jika ada mungkin asosiasi tingkat ke tiga dst. Bank juga akan memberikan pinjaman pada tingkat2 yang bersangkutan menurut besarnya asosiasi. Hal ini dapat merupakan investasi yang bertingkat, semakin tinggi asosiasinya, semakin besar dana yang dapat dipinjam. Jadi sesuai dengan konsep PIR yang terbalik, seluruh proses dikendalikan dari bawah (bottom-up approach). Implikasi konsep ini adalah untuk mengadakan integrasi ekonomi lokal pada ekonomi regional, pemerataan, dsb.
Sistem yang kami pikirkan berbeda dengan sistem koperasi konvensional yang kita kenal, dimana informasi yang ada umumnya terbelenggu pada tingkat pra-koperasi / koperasi dan relatif tertutup bagi sistem diatasnya. Dapat dibayangkan, dalam sistem ini kita mendapatkan GIS (Geographic Information System) secara gratis sebagai hasil sampingan. Caranya dengan memasukkan setiap bulan tambahan satu atau dua variabel ke dalam komputer, pada saat melayani anggota pra-koperasi. GIS bermanfaat untuk pengembangan wilayah terutama dalam proses perencanaan dan peramalan kondisi wilayah. Pengintegrasian GIS dengan jaringan komputer radio saat ini tengah dipelajari antara lain oleh Ir. J.P.Tomtama (dari Badan Pemetaan Nasional) di University of New Brunswich (Canada) dan Ir. Budi Widiawan (dari Departemen Transmigrasi) di York University (Canada). Integrasi GIS dengan jaringan komputer radio memungkinkan untuk memperoleh data informasi yang akurat dalam waktu singkat yang memudahkan proses perencanaan pembangunan.
Arus informasi juga dapat berbalik, dibawa oleh komputer laptop dari atas ke bawah. Sebagai misal informasi pasaran komoditi, peraturan-peraturan, berbagai teknologi tepat-guna, dakwah, informasi mengenai masalah organisasi dan manajemen, dsb. semuanya dibawa melalui radio dan disket. Yang penting disini adalah pengembangan fungsi yang sangat strategis: Technical & Management Service Organization, dimana operator laptop merupakan perantara anggota pra-koperasi dengan para ahli dan dunia luar. Operator laptop ini yang mengumpulkan pertanyaan2, dimasukan dalam komputer laptop dan jawaban dari tenaga ahli diluar disampaikan tertulis melalui komputer laptop. Ditambah dengan program radio dan koran masuk desa, bukan mustahil akan terjadi revolusi informasi di pedesaan.
Sistem jaringan informasi pra-koperasi ini dapat pula dihubungkan dengan pembangunan wilayah yang didasarkan atas mobilisasi sumberdaya lokal, yang dipertemukan dengan sumberdaya luar yang terkendalikan dari bawah. Atau setidaknya, yang dari bawah terorganisasikan untuk mengadakan collective bargaining, ditunjang oleh informasi yang meyakinkan dengan kekuatan moneter yang ter-audit dengan baik.
Mungkinkah kita melakukan hal ini? Usaha pengembangan wilayah tampaknya cukup aktif dilakukan antara lain oleh Dr. Widjajono (S2 Pembangunan-ITB), PPLH-ITB, dsb. Bukan mustahil sebuah sistem informasi pembangunan yang bertumpu pada jaringan koperasi dapat terbentuk jika kita gabungkan kemampuan di S2-Pembangunan ITB, PPLH-ITB dengan para ahli bidang teknologi informasi dan mikroelektronika seperti Dr. Kusmayanto Kadiman (PIKSI-ITB), Prof. Dr. Iskandar Alisyahbana (EL-ITB), Dr. Nasserie (EL-ITB), Ir. Rosihan Soebiakto (USI/IBM), Prof. Dr. Samaun Samadikun (PAU Mikroelektronika ITB) dll. untuk membangun sebuah sistem informasi elektronik biaya murah. Mudah-mudahan sistem ini dapat terbentuk dan membantu masyarakat pedesaan dan lapisan bawah di Indonesia untuk membangun secara terkendali dari bawah.

Onno W. Poerbo. Staf jurusan teknik elektro dan PAU Mikroelektronika ITB. Sedang menempuh program Ph.D di University of Waterloo, Canada.

Heru W. Poerbo. Staf jurusan teknik arsitektur ITB. Sedang menempuh program M.Sc. bidang Regional and Urban Planning di University of Hawaii, Amerika Serikat.

Hasan Poerbo. Mantan guru besar ITB.

PRAKTIK-PRAKTIK PELANGGARAN

I. PENDAHULUAN.
1. Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan,
hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan
yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, demikianlah rumusan hak
asasi manusia sebagai mana tertuang pada pembukaan Piagam Hak Asasi
Manusia Indonesia vide Tap MPR No.XVII/MPR/1998.
2. Walaupun terlambat, 50 (lima puluh) tahun setelah Perserikatan Bangsa Bangsa
memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Rights), lahirnya Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
merupakan tonggak sejarah yang strategis di bidang hak asasi manusia di bumi
Indonesia, tenggang waktu setengah abad yang dirasakan cukup lama
menunjukan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan
menyesuaikan antara nilai-nilai universal dengan nilai-nilai yang sudah dianut
berkaitan dengan hak asasi manusia.
3. Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Keppres No 50 tahun 1993)
mendapat tanggapan positif berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan
banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM tentang berbagai
pelanggaran HAM yang terjadi selama ini, hal ini menunjukkan betapa besarnya
perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan hak asasi manusia, dan
sekaligus menunjukkan betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang selama ini terjadi di Indonesia.
II. MAKNA DAN IMPLEMENTASI HAK ASASI MANUSIA Dl INDONESIA.
1. Dalam sejarahnya bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah
selama 350 tahun yang penuh kesengsaraan dan penderitaan akibat penjajahan.
Oleh karenanya konstitusi Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 bangsa Indonesia sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas
dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, juga
dalam batang tubuh UUD 1945 memuat beberapa pasal sebagai implementasi hak
asasi manusia, seperti; pasal 27 (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di
muka hukum, pasal 27 (2) tentang hak warga negara untuk mendapatkan
pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 28 tentang kebebasan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, pasal 29 (1)
tentang kebebasan memeluk agama, dan pasal 33 mengatur tentang
kesejahteraan sosial. UUD RIS 1949 dan UUD Sementara 1950 memuat secara
rinci ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap MPRS
No.XIV/1966 membentuk Panitia Ad hoc untuk menyiapkan Rancangan Piagam
Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara, pada Sidang
Umum MPRS tahun 1968 Rancangan tersebut tidak dibahas dengan maksud agar
Rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Beberapa kali Sidang MPR di
Era Orde Baru Rancangan tentang Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan
Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara tidak pernah dibahas lagi. Atas desakan
dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat baru pada Sidang Istimewa MPR bulan
Nopember 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa perundang-undangan
tentang Hak Asasi Manusia; UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undangundang
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hal ini
sebagai tanda langkah maju dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia di
tengah keperihatinan atas terjadinya berbagai macam pelanggaran hak asasi
manusia.
III. TIPOLOGI DAN PRAKTIK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Dl INDONESIA.
1. Pendekatan pembangunan yang mengutamakan "Security Approach" dapat
menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
Selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach" sebagai
kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi
pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang
menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas
ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan. Beberapa jenis
pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi, antara lain;
a. Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa
berdasarkan hukum.
b. Pengeterapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang
dianggap ekstrim yang dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas
keamanan yang akan membahayakan kelangsungan pembangunan.
c. Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUP, khususnya
terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan dalih
mengganggu stabilitas keamanan.
d. Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas terhadap pemerintah, karena
takut dicurigai sebagai oknum pengganggu stabilitas atau oposan
pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman demikian ini merupakan salah
satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
e. Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat,
karena dikhawatirkan akan menjadi oposan terhadap pemerintah.
2. Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru selama lebih kurang 32
tahun, dengan pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat nota bene pada
figure seorang Presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas
negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat.
Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini mengakibatkan timbulnya peluang
pelanggaran hak asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara dalam bentuk
pengekangan yang berakibat mematikan kreativitas warga dan pengekangan hak
politik warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh pemegang
kekuasaan dalam rangka melestarikan kekuasaannya.
3. Kualitas pelayanan publik yang masih rendah sebagai akibat belum terwujudnya
good governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang.
akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratisasi. Serta belum
berubahnya paradigma aparat pelayan publik yang masih memposisikan dirinya
sebagai birokrat bukan sebagai pelayan masyarakat, hal ini akan menghasilkan
pelayanan publik yang buruk dan cenderung untuk timbulnya pelanggaran hak
asasi manusia seperti;
a. Hilang/berkurangnya beberapa hak yang berkaitan dengan kesejahteraan
lahir dan batin yang sebenarnya menjadi tugas dan tanggung jawab
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan warganya.
b. Hilang/berkurangnya hak yang berkaitan dengan jaminan, perlindungan,
pengakuan hukum dan perlakuan yang adil dan layak.
c. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
d. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan
khusus bagi anak-anak, orang tua, dan penderita cacat.
e. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak.
4. Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan
kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok
masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat, seperti:
a. pembunuhan;
b. penganiayaan;
c. penculikan;
d. pemerkosaan;
e. pengusiran;
f. hilangnya mata pencaharian;
g. hilangnya rasa aman, dll.
5. Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan masih sering terjadi, walaupun
Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang
pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak
akan kebebasan dan martabat yang setara tanpa membedakan; ras, warna kulit,
keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah
bahwa instrumen tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan
terhadap pelanggaran hak asasinya dalam bentuk;
a. Kekerasan berbasis gender bersifat phisik, seksual atau psikologis;
penganiayaan, pemerkosaan dan berbagai jenis pelecehan.
b. Diskriminasi dalam lapangan pekerjaan.
c. Diskriminasi dalam sistem pengupahan.
d. Perdagangan wanita.
6. Pelanggaran hak asasi anak. Walaupun Piagam Hak Asasi Manusia telah memuat
dengan jelas mengenai pelindungan hak asasi anak namun kenyataannya masih
sering terjadi pelanggaran hak asasi anak, yang sering dijumpai adalah;
a. kurangnya perlindungan hukum terhadap anak dari segala bentuk
kekerasan phisik dan mental;
b. menelantarkan anak;
c. perlakuan buruk;
d. pelecehan seksual;
e. penganiayaan;
f. mempekerjakan anak di bawah umur.
7. Sebagai akibat dari belum terlaksananya supremasi hukum di Indonesia, maka
berakibat terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk;
a. perbedaan perlakuan di hadapan hukum, rakyat kecil merasakan bahwa
hukum hanya berlaku bagi mereka, tidak bagi pejabat;
b. menjauhnya rasa keadilan;
c. terjadinya main hakim sendiri sebagai akibat ketidakpercayaan kepada
perangkat hukum.
IV. UPAYA PENCEGAHAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Dl INDONESIA.
1. Pendekatan Security yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya
represif menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar
menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang
kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan
hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan
masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak
asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan
berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu
dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak
boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan dan dilakukan pembenahan atas
segala kekurangan yang terjadi.
3. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi
pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural,
infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak
asasi manusia oleh pemerintah.
4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di
tanah air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak
asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara
menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang
sama bagi semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan
keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari
diskriminasi, kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak
boleh melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam
mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang
undang No.7 Tahun 1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap
Perempuan harus dibuat perundang-undangan yang memadai yang menjamin
perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi yang memadai
terhadap semua jenis pelanggarannya.
6. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari
semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus
diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang
memudahkan mereka berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai
siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan
atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan
hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus
mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana phisik
dan psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik,
untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi
anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara profesional
tanpa pandang bulu.
7. Supremasi hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik
dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang
dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada
masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari
perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan
hukum dalam rangka menegakan hukum.
8. Perlu adanya kontrol dari masyarakat (Social control) dan pengawasan dari
lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang
dilakukan oleh pemerintah.
V. PENUTUP
1. Tuntutan untuk menegakan hak asasi manusia sudah sedemikian kuat baik di
dalam negeri maupun melalui tekanan dunia internasional, namun masih banyak
tantangan yang dihadapi untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak;
masyarakat, politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan pers, agar upaya
penegakan hak asasi manusia bergerak ke arah positif sesuai harapan kita
bersama.
2. Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum,
dan elit politik agar penegakan hak asasi manusia berjalan sesuai dengan apa
yang dicita-citakan.
3. Sudah menjadi kewajiban bersama segenap komponen bangsa untuk mencegah
agar pelanggaran hak asasi manusia dimasa lalu tidak terulang kembali di masa
sekarang dan masa yang akan datang.
Denpasar, Juli 2003
SUSNO DUADJI

Minggu, 25 Juli 2010

REHABILITASI DAERAH RAWAN BENCANA

A. LATAR BELAKANG
Provinsi jawa timur mempunyai luas kawasan hutan sekitar 1.357.206,36 ha atau 28% dari luas daratan. Luas kawasan tersebut, terdiri atas beberapa jenis hutan, diantaranya hutan produksi seluas 811.452,70 ha (59,79%), hutan lindung seluas 312.636,50 ha (23,04%), hutan konservasi seluas 233.117,16 ha (17,18%). Hasil produksi yang didapat dari hutan non HPH antara lain kayu bulat sebanyak 265.844 m³; kayu gergagian 1.237 m³; kayu olahan jati yang terdiri dari veneer sayat (3.079.321 m²); TOP (7.656 m³); dan penempelan veneer (444.790 m²).
Sejak terjadinya gerakan reformasi 1998, keberadaan hutan secara terus menerus mengalami kerusakan. Adanya kerusakan hutan tersebut, mengakibatkan terjadinya bencana alam, seperti angin topan, tanah longsor, banjir di saat musim penghujan, dan kekeringan di saat musim kemarau. Fakta tersebut, kita bisa lihat pada tahun 2009 hutan lebih dari 700.000 ha, mengalami rusak parah. Kerusakan hutan terbesar, diakibatkan adanya illegal logging dan kebakaran. Pada tahun 2009 hutan sedikitnya 660.000 ha atau lebih dari 50% mengalami kerusakan. Dari jumlah itu, 500.000 ha berada di luar kawasan lindung dan 160.000 ha, sisanya berada di kawasan hutan lindung dalam wilayah kelola Perhutani. Sementara itu, kawasan hutan Jawa Timur yang gundul 120.000 ha.
Kabupaten Madiun merupakan bagian dari kabupaten di provinsi Jawa Timur, mempunyai luas hutan 49,289 ha. Dengan adanya luas hutan tersebut, pada saan mengalami kritis baik kawasan hutan negara ataupun hutan rakyat. Pada saat ini jumlah luasan hutan negara di Kabupaten Madiun yang kritis mencapai 40.511 hektare dan hutan rakyat mencapai 8.778 hektare. Untuk mengembalikan kesuburan hutan dan mengurangi bencana alam, maka dibutuhkan 10000 pohon untuk ditanam bersama masyarakat yang berjumlah 686,875, orang.
Dengan melihat kondisi kerusakan hutan tersebut di atas, terjadi kontradiksi dengan banyak program yang telah dibuat oleh pemerintah baik melalui pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Suatu misal program OMOT dapat mengajak semua semua pihak untuk bersatu dan meneguhkan jiwa untuk selalu berkomitmen mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan kepedulian dan semangat kebersamaan yang tumbuh subur, diharapkan mampu menjadi modal dasar dalam percepatan pencapaian target pembangunan kehutanan. Kelestarian sumberdaya hutan kini telah menjadi isu global. Untuk itu, seluruh dunia meyakini, bahwa hutan tidak hanya memiliki fungsi sosial ekonomi dan sosial budaya, tetapi juga fungsi ekologis yang peranannya sangat vital bagi sistem penyangga kehidupan. Terjadinya fenomena pemanasan global dan perubahan iklim, merupakan suatu tantangan bagi seluruh masyarakat. Salah satu upaya untuk mengurangi efek pemanasan global dan perubahan iklim adalah dengan memperbanyak pohon dengan menanam sebanyak-banyaknya.
Dengan demikian fakta di atas, pemerintah dalam membuat program melibatkan pihak ketiga seperti Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada pemberdayaan. Pihak ketiga, merupakan pihak yang netral untuk menjembatani terjadinya keterputusan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat sekitar hutan. Sehingga keberadaan hutan, tidak lagi membawa bencana bagi masyarakat yang ada sekitar hutan, akan tetapi hutan membawa manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yang menyatakan bahwa ”penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam pasal yang lain, mengamanatkan hutan merupakan salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat. Dengan demikian hutan hendaknya diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga dan dipertahankan kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Pada masa era orde baru pengelolaan hutan lebih banyak diserahkan kepada para pemilik modal besar (perusahaan) secara professional dan porposional. Perusahaan tersebut, cukup dengan memegang Hak Penguasaan Hutan (HPH). Namun sayangnya pada pengawasan terhadap jalannya proses pengelolaan hutan yang dilakukan oleh para pemegang HPH tidak taat azas, sehingga terjadilah degradasi hutan yang dilakukan secara sistematis. Disamping kesalahan tersebut, yang tidak kalah pentingnya ksesalahan yang dilakukan oleh pemilik HPH, adalah tidak melibatkan masyarakata sekitar. Kalau kita melihat masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang aktivitas hidupnya sangat bergantung pada keberadaan hutan oleh para pemegang HPH hanya dijadikan penonton semata. Bahkan terkadang keberadaan perusahaan pemegang HPH hanya menjadikan mereka sebagai kaum yang di marjinal. Kebijakan ini membawa dampak ketika masyarakat sedang membutuhkan yang ada dalam hutan, masyarakat menggunakan cara sendiri untuk mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya.
Pada saat belum adanya perusahaan yang mengelolah hutan, masyarakat sekitar hutan sudah terbiasa mengelolah hutan secara tradisional dan masih bisa hutan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, namun setelah muncul perusahaan, akses mereka dibatasi bahkan diputus. Akibatnya, kondisi kehidupan masyarakat semakin terpuruk yang semakin melemahkan kapabilitas mereka dalam menunjukkan perannya dalam pengelolaan sumber daya hutan. Akibatnya, masyarakat merasa tidak diperdulikan dan tidak dihargai sehingga pada gilirannya dalam diri mereka hilang sense of belonging dan sense of responsibility terhadap hutan.
Lahirnya era reformasi telah membuat banyak perusahaan pemegang HPH yang berhenti beroperasi. Perusahaan-perusahaan tersebut, dilikuidasi oleh pemerintah baru, karena terbukti telah mengeksploitasi hutan dengan tidak memperhatikan kaidah-kaidah sustainability.
Sepeninggalan HPH, masyarakat sekitar hutan merasa terbebas dari tekanan yang sebelumnya menghimpit mereka. Mereka merasa tidak ada lagi pihak yang menghalangi mereka untuk memanfaatkan hutan. Apabila pemanfaatan ini tidak dilakukan dengan mengedepankan asas kelestarian hutan, maka kerusakan hutan yang sebelumnya dilakukan oleh persahaan.akan berlanjut, dengan berganti pelaku, yaitu masyarakat. Hal ini mungkin dapat dipahami, karena sebagai akibat pola memarjinalkan yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan pemegang HPH, masyarakat sekitar hutan tersebut memiliki kapasitas/kemampuan yang lemah dalam pengelolaan hutan, serta telah memudarnya sense of belonging dan sense of responsibility. Fenomena seperti ini menampak di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada saat ini, pemerintah telah menyadari pentingnya eksistensi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan lestari. Masyarakat sekitar hutan dapat menjadi ujung tombak bagi kelestarian hutan. Perilaku mereka dalam berinteraksi dengan hutan dapat diarahkan pada terciptanya hutan lestari. Oleh karena itu, berbagai program pembangunan kehutanan yang diluncurkan pada saat ini menegdepankan pendekatan resource based management yang berbasis pada forest community based development.
Paradigma baru ini merupakan model pembangunan yang berpusat pada masyarakat sekitar hutan. Model pembangunan ini mengajak masyarakat sekitar hutan berperan aktif dalam pengelolaan hutan, dengan mengedepankan prakarsa dan kekhasan masyarakat. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat diperlukan agar aspek kelestarian hutan tetap terjaga, dan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dapat tercapai. Namun demikian, lemahnya kapasitas masyarakat sekitar hutan menyebabkan mereka masih belum mampu secara optimal berperan serta dalam pengelolaan hutan.
Berbagai bentuk upaya pemberdayaan telah diluncurkan pemerintah dalam bentuk program-program berbasis masyarakat seperti program social forestry, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan. Kegiatan-kegiatan tersebut, pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Salah satu alasan penting kenapa diperlukan, memberikan kesempatan masyarakat memperoleh manfaat dari hutan, dan baik secara ekologi dan secara ekonomi.
Dalam prakteknya, masih banyak program berbasis masyarakat dijalankan atas dasar konsep/pemahaman yang belum taat azas sehingga pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan menjadi tidak tepat, akibatnya anggota masyarakat belum sepenuhnya menjadi berdaya dan belum mampu menjadi partisipan aktif pembangunan kehutanan. Kebanyakan yang terjadi adalah masyarakat hanya diajak untuk melegitimasi suatu program tanpa mengetahui persis apa yang dilakukan dan hasil apa yang telah dicapai. Program pemberdayaan harus mengedepankan peningkatan kemampuan (skill) masyarakat dalam menganalisa kondisi, melihat potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta masalah-masalah yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar dan positip, di mana kesadaran kritis dan kapasitas masyarakat dibangun dan dikembangkan, sehingga masyarakat dapat menjadi sutradara bagi dirinya sendiri dan dapat mengelola dan melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan sumber daya hutan.

Apa dan kenapa rehabilitasi daerah rawan bencana dan pembentukan relawan hijau di laksanakan ?
Rehabilitasi merupakan gerakan untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai lahan yang membawa manfaat terhadap masyarakat baik saat musim hujan maupun pada saat musim kemarau. Latar belakang gerakan rehabilitasi, melihat kondisi hutan yang hanya dieksploitasi oleh sebagian kecil orang tanpa melihat akibat yang akan terjadi setelah terjadi eksploitasi hutan. Kalau kita melihat dampak yang akan terjadi ketika hutan gundul adalah tanah longsor, banjir pada saat musim hujan dan pada saat musim kemarau terjadi panas. Dengan melihat dampak yang akan terjadi pada dua musim tersebut, maka perlu adanya gerakan untuk melakukan keseimbangan dalam mengelolah hutan. Hutan tidak hanya nikmati hasilnya, akan tetapi membutuhkan keseimbangan. Kejadian longsor, banjir merupakan dampak yang dirasakan oleh masyarakat secara umum,
Sedangkan Relawan Hijau (RH) adalah sebutan terhadap seorang yang sengaja dibentuk untuk peduli dengan keberadaan hutan di kabupaten Madiun.
Gerakan Rehabilitasi hutan sengaja dilaksanakan oleh Kelompok Kajian Kebijakan dan Demokrasi Jawa Timur (LoKKed Jatim), untuk mengembalikan nilai dasar hutan, melakukan kampanye tentang dampak dari adanya eksploitasi terhadap hutan melalui media baik cetak maupun elektronik, melakukan penyadaran terhadap masyarakat sekitar hutan, melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan, dan melaksanakan penanaman pohon yang cepat membawa manfaat terhadap masyarakat sekitar hutan, serta perawatan terhadap pohon tersebut.

B. DASAR PEMIKIRAN
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan sosial secara sadar dalam suatu penduduk untuk mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan, organisasi, manajemen organusasi, tindakan secara kolektif dalam memecahkan masalah sosial yang dihadapi oleh komunitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan keadilan masyarakat melakukan sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya manusia yang dimilikinya oleh suatu komunitas. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini, tidak muncul dengan sendirinya (alami), melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan adanya interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini, berperan sebagai pendamping sosial dalam mewujudkan keinginan masyarakat.
Masyarakat yang terpinggirkan (termarjinalkan) oleh sistem, mereka secara sumber daya lemah, rata-rata mereka jauh dari informasi serta pusat kebijakan. Masyarakat yang termarjinalkan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Pendamping sosial kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yang termarjinalkan tersebut. Pendampingan sosial dengan demikian dapat diartikan sebagai dinamisasai dan motifator bagi kelompok miskin yang termarjinalkan tersebut. Dalam melakukakan aktifitasnya para pekerja sosial secara bersama-sama masyarakat menghadapi beragam tantangan seperti; (a) mengemabilaka mental dan pola piker yang selama ini berlaku disistem sosial masyarakat. (b) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, (c) menciptakan kemapuan (skill) masyarakat. (d) memanfaatkan sumber daya alam yang dimasyarakat setempat (e) memecahkan masalah sosial, (f) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan masyarakat.
Pendampingan sosial sangat menentukan kerberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.

4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
Pada perkembangan ilmu pengetahuan, para ilmuan memberikan pengertian tentang pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan pembangunan masyarakat (community development). Dua konsep tersebut, kadang-kadang sangat sulit dibedakan anatar penguatan masyarakat dengan pembangunan masyarakat (community development). Hal tersebut, dikarenakan pada prakteknya saling tumpang tindih, saling menggantikan.
Pendapat dari Cook (1994) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju kearah yang positif. Sedangkan Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Sedangkan Bartle (2003) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi lebih kompleks, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya.
Berdasarkan persinggungan dan saling menggantikannya pengertian community development dan community empowerment, secara sederhana, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.
Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan sustainable development.
Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud self-organizing dari masyarakat namun kita juga perlu memberikan perhatian pada faktor eksternalnya.
Seperti yang dilaporkan Deliveri (2004), proses pemberdayaan masyarakat mestinya juga didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisplin. Tim pendamping ini merupakan salah satu faktor eksternal dalam pemberdayaan masyarakat. Peran tim pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri. Dalam operasionalnya inisiatif tim pemberdayaan masyarakat (PM) akan pelan-pelan dikurangi dan akhirnya berhenti. Peran tim PM sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat. Berdasar beberapa pengalaman dilaporkan bahwa pemunduran Tim PM dapat dilakukan minimal 3 tahun setelah proses dimulai dengan tahap sosialisasi. Walaupun tim sudah mundur, anggotanya tetap berperan, yaitu sebagai pensehat atau konsultan bila diperlukan oleh masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat seharusnya diletakkan dan diorientasikan searah dengan paradigma baru pendekatan pembangunan. Paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down perlu direorientasikan menuju pendekatan bottom-up yang menempatkan masyarakat di pedesaan sebagai pusat pembangunan atau oleh Chambers dalam Anholt (2001) sering dikenal dengan semboyan “put the farmers first”.
Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan masyarakat dan kelompok yang terpinggirkan, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelajutan.

C. DASAR HUKUM
1. Undang - Undang nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;
2. Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan;
3. Peraturan Pemerintah nomor 06 tahun 2007 tentang Kehutanan;
4. Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 2003 tentang perusahaan umum Kehutanan Negara ;
5. Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2001 tentang perubahan Perum menjadi PT perhutani (Persero) ;


D. TUJUAN PEMBENTUKAN RELAWAN HIJAU
• Goal
Mengembalikan fungsi hutan sebagai lahan yang bermafaat bagi masyarakat dan pemerintah.

• Output
 Membangun pemahaman terhadap masyarakat tentang pentingnya keseimbangan dalam pengelolah hutan.
 Meminimalisir terjadi tanah longsor, dan hutan gundul.
 Merubah paradigma masyarakat tentang hutan milik pemerintah.
 Adanya gerakan masyarakat yang dalam mengelolah hutan.

• Input
 Organisasi Sosial Kepemudaan yang ada di tingkat desa;
 Lembaga Swadaya masyarakat;

E. WILAYAH PROGRAM
Secara umum program reboisasi hutan dilaksanakan di Kabupaten Madiun. Melihat Kabupaten Madiun sejak terjadinya gerakan reformasi 1998, mengalami masalah dengan bencana alam (longsor, kekeringan). Karena hutan hanya manfaatnya secara ekonomi tanpa dibarengi dengan keseimbangan dalam mengelolah hutan. Dengan demikian perlu, adanya gerakan secara sistematis dalam melakukan mengembalikan hutan sebagai lahan yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Gerakan secara sistematis yang kami maksudkan adalah melakukan penyadaran terhadap masyarakat sekitar hutan, melakukan penanaman pohon untuk mengembalikan kesuburan tanan dan melakukan perawartan terhadap pohon yang ditanam.

F. LEMBAGA PENGUSUL
Program ini diusulkan Oleh Kelompok Kajian Kebijakan dan Demokrasi (LoKKeD-JATIM) yang berkantor di Perumahan Wisma Kedung Asem Indah FF 15, Rungkut Surabaya,

KONSEP PERUMAHAN YANG BERTUMPU PADA SWADAYA MASYARAKAT

PENDAHULUAN


Perumahan dan permukiman memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal inipun tidak terlepas pada masyarakat Indonesia khususnya. Bagi masyarakat Indonesia, rumah merupakan cerminan dari pribadi manusianya, baik itu secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan.

Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Hal ini selalu menjadi isu utama yang selalu menjadi primadona sejak dari jaman dahulunya hingga sekarang ini. Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi yang semakin berkembang.

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, salah satu ciri dari negara yang sedang berkembang itu adalah tingginya angka pertambahan penduduk. Konsekuensi logis dari pertambahan penduduk ini adalah semakin tingginya juga kebutuhan akan perumahan untuk penduduk tersebut.

Sangat ironis sekali pada saat sebuah kota dituntut untuk selalu berkembang dengan keterbatasan wilayah yang tersedia, disisi lain kota juga merupakan muara dari urbanisasi yang saban hari selalu datang dalam jumlah yang besar untuk menggantungkan cita-cita mereka.

Meningkatnya penduduk merupakan isyarat yang sama akan pemenuhan akan sarana hunian mereka. Maraknya perkampungan dan rumah-rumah kumuh diperkotaan merupakan jawaban yang paling nyata yang dapat kita lihat sehubungan dengan permasalahan kota-kota kita dewasa ini.

Fenomena Urbanisasi
Urbanisasi adalah akibat logis dari pembangunan berbasis industri yang dianut oleh negara-negara berkembang didunia termasuk di Indonesia (Loe Loe, Gue Gue, Hancurnya Keretakan Sosial, Rusaknya Lingkungan Kota Jakarta, Andi Rahmah, 2004) yang telah menyebabkan berubahnya struktural ekonomi perkotaan. Setiap kota selalu memiliki daya tarik tersendiri untuk didatangi oleh masyarakat yang biasa hidup diluarnya, mimpi akan jaminan perkerjaan, pendidikan serta hiburan merupakan salah satu alasan bahwa kota selalu menarik untuk didatangi.

Lihat saja kota-kota kita dewasa ini, kepadatan penduduk bukanlah suatu hal yang baru lagi disana. Maraknya rumah-rumah kumuh yang tersebar ditiap sudut kota merupakan pemandangan yang selalu menjadi ciri khas kota dewasa ini. Serta maraknya bermunculan perumahan masyarakat yang disepanjang bantaran sungai, tempat yang seharusnya tidak boleh ditempati, tetapi sudah lumrah untuk mendirikan bangunan disana,walaupu bahaya banjir dan runtuhnya dinding sungai merupakan ancaman yang selalu menghantui mereka.

Secara sederhana pengertian dari urbanisasi itu sendiri adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Sejak kota-kota di Indonesia berkembang dengan pesat, urbanisasi telah menjadi menjadi suatu tradisi pula disana.

PERMASALAHAN
Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia
Kekurangsiapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman, nampaknya menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan perumahan dan permukiman.

Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah tidak sesuainya jumlah hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan menempatinya. Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok permasalahan dalam perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Ir. Siswono Yudohusodo,..., Jakarta, 1991):

1.Kependudukan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang menyebabkan permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu menjadi sorotan utama pihak pemerintah. Pesatnya angka pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius. Permasalahan kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau jawa, tetapi kota-kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang hampir serupa. Meningkatnya arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah antara kota dan desa merupakan salah satu pemicu permasalahan kependudukan ini.

2.Tataruang dan Pengembangan wilayah
Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang seharusnya menjadi perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal pembangunan ini, khususnya pembangunan perumahan dan permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk melaksanakan pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita temui dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada kota, sehingga daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan diperkotaan banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota, inilah yang menyebabkan keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.

3.Pertanahan dan Prasarana
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi semakin langka dan semakin mahal. Tidak sedikit yang kita jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman, hal ini terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari penggunaan tanah pertanian sebagai kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya angka produksi pangan serta rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih lanjut merupakan awal dari permasalahan lingkungan diperkotaan, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Alternatif lain dalam menanggulangi permasalahan pertanahan di dalam kota ini adalah dengan membangun fasilitas-fasilitas hunian didaerah pinggiran kota, yang relatif lebih murah harganya. Namun permasalahan baru muncul lagi disana, yaitu jarak antara tempat tinggal dan lokasi bekerja menjadi semakin jauh sehingga kota tumbuh menjadi tidak efisien dan terasa mahal bagi penghuninya.

4.Pembiayaan.
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan ekonomis masyarakat Indonesia untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah sekali, karena sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah kebawah, sedangkan secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi nasional untuk mendukung pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
Hal lain yang juga merupakan salah satu bentuk permasalahan pembiayaan ini adalah adanya kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan, termasuk biaya pengadaan tanah yang tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat, sehingga standar untuk memenuhi kebutuhan akan hunian menjadi semakin tinggi.

5.Teknologi, Industri Bahan Bangunan dan Industri Jasa Konstruksi
Faktor lain yang juga merupakan pendukung yang ikut menentukan sukses atau tidaknya program pembangunan perumahan rakyat ini adalah produksi bahan bangunan dan distribusinya yang erat kaitannya dengan harga, jumlah dan mutu serta penguasaan akan teknologi pembangunan perumahan oleh masyarakat. Berdasarkan kepada tulisan dalam buku Rumah Untuk Seluruh Rakyat, mengatakan bahwa teknologi dan industri jasa konstruksi, khususnya untuk pembangunan perumahan sederhana belum banyak kemajuan yang ada.

6.Kelembagaan
Perangkat kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu kesatuan sistem kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara berencana, terarah dan perpadu, baik itu yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan pengaturan pada berbagai tingkat pemerintahan, maupun lembaga-lembaga pelaksana pembangunan di sektor pemerintah dan swasta.
Hal lain yang juga berhubungan dengan kelembagaan ini adalah pengembangan unsur-unsur pelaksana pembangunan yang harus lebih dikembangkan lagi, khususnya kelembagaan pada tingkat daerah, baik itu yang bersifat formal maupun non-formal yang dapat mendukung swadaya masyarakat dalam bidang perumahan dan permukiman.

7.Peranserta Masyarakat
Berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar negara kita yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas perumahan yang layak, tetapi juga mempunyai peran serta dalam pengadaannya. Menurut kebijaksanaan ini dapat kita simpulkan bahwa pemenuhan pembangunan perumahan adalah tanggung jawab masyarakat sendiri, baik itu secara perorangan maupun secara bersama-sama, pada point ini peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur, pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan mereka. Masyarakat bukanlah semata-mata objek pembangunan, tetapi merupakan subjek yang berperan aktif dalam pembangunan perumahan dan pemukiman.
Peran serta masyarakat akan dapat berlangsung lebih baik apabila sejak awal sudah ada perencanaan pembangunan, agar hasilnya sesuai dengan aspirasi, kebutuhan nyata, kondisi sosial budaya dan kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, dengan demikian perumahan dan pemukiman dapat menciptakan suatu proses kemajuan sosial secara lebih nyata.

8.Peraturan Perundang-undangan
Peraturan dan perundang-undangan merupakan landasan hukum bagi penerapan berbagai kebijaksanaan dasar maupun kebijaksanaan pelaksanaan di bidang pemerintahan maupun bidang pembangunan.
Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perumahan telah mulai digagas dan dikeluarkan oleh pemerintah mulai dari periode pra-PELITA hingga saat sekarang. Namun hal ini belum dapat memberikan dampak yang cukup berarti dalam pembangunan perumahan, bahkan dalam banyak hal dikatakan hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan sekarang dan juga telah tertinggal dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan dewasa ini dan dimasa mendatang, sehingga pembaharuan dan penyempurnaan dirasakan sangat perlu dan penting.

9.Permasalahan lainnya
Menurut hasil sensus yang dilakukan pada tahun 1980, tercatat bahwa kira-kira 28 juta dari rumah yang ada, 5,8% merupakan rumah-rumah yang belum memenuhi syarat, baik itu yang ditinjau dari luasan rumahnya maupun kepadatan huniannya.
Kebutuhan akan hunian yang selalu meningkat dan juga disertai oleh faktor keterbatasan masyarakat dalam pemenuhannya, sehingga hal ini telah menyebabkan kecenderungan sarana hunian masyarakat menjadi pemukiman kumuh yang tidak mudah untuk dikendalikan.
Hal lain yang juga masih berhubungan dengan permasalahan ini adalah faktor sebaran penduduk Indonesia yang masih belum merata.

Secara garis besar hal-hal tersebut diatas merupakan isu-isu utama yang menyebabkan munculnya permasalahan perumahan dan permukiman di indonesia walaupun apabila ditinjau lebih cermat lagi, permasalahan perumahan dan permukiman yang terdapat di Indonesia bukanlah hal-hal tersebut diatas saja.

Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh Suparno Sastra M dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu:
1.Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
2.Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat golongan masyarakat.
3.Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.
4.Penyediaan prasana dan sarana perumahan dan permukiman yang serasi dan berkelanjutan.
5.Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan efisien.

Apabila dilihat dalam kacamata yang lebih sederhana, sebenarnya inti dari permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi oleh negara kita dewasa ini adalah fenomena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang disertai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan yang menyebabkan terus bertambahnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman tersebut.

ANALISA
Sebuah Konsep Penanggulangan Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia
Permasalahan perumahan dan permukiman memang merupakan momok untuk negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia yang merupakan salah satu negara didunia yang pada saat ini merupakan sebuah negara yang memiliki status sebagai negara yang sedang berkembang tersebut.

Melihat dari kebijakan-kebijakan serta perundang-undangan yang telah diusahakan oleh pemerintah kita sejak dari dahulunya, kita dapat menyimpulkan bahwa permasalahan perumahan dan permukiman ini merupakan salah satu topik yang selalu mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah diantara agenda-agenda lain yang masih saja mengerogoti tiap sendi kehidupan bangsa ini.

Walaupun masih jauh dari yang diharapkan, tapi usaha tersebut sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius juga dari masyarakatnya. Dengan kata lain permasalahan perumahan dan permukiman ini bukanlah semata-mata tanggung jawab dari pihak pemerintah belaka, melainkan yang sebenarnya dituntut lebih proaktif adalah kita sebagai masyarakatnya.

Berdasarkan kepada salah satu kebijaksaan pemerintah mengenai penanggulangan permasalahan perumahan dan permukiman yaitu bagaimana meningkatkan kemampuan masyarakat secara konsisten, terutama mereka yang secara sosial dan ekonomi berada di luar keterjangkauan / kemampuan mereka dalam hal pemenuhan kebutuhan akan fasilitas hunian ini. Maka pemerintah daerahlah yang dituntut tanggung jawab sosialnya untuk melakukan re-orientasi kebijakan pembangunannya dan melakukan PEMBERDAYAAN masyarakat dan PENINGKATAN KEMAMPUAN (Capacity Building) dari semua pelaku-pelaku kunci yang berkepentingan (stakeholders) yang ada pada daerah tersebut.

Salah satu hal yang selalu menjadi kendala dalam penanggulangan permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah rendahnya kemampuan masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang ditawarkan melalui pasar formal penyediaan perumahan. Hal ini seperti yang telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya adalah karena kenaikan harga rumah dan lahan yang tidak seimbang dengan kemampuan beli masyarakat atau bahkan relatif turun tiap tahunnya.

Secara garis besar, pola pembangunan perumahan dapat dikategorikan menjadi 2 bantuk yang utama, yang pertama yaitu pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta sedangkan yang berikutnya yaitu pembangunan perumahan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri (swadaya masyarakat). Berdasarkan kepada data empiris yang diperoleh melalui web.akppi.org, yang ditulis oleh Sutan Hidayatsyah, Draft Panduan Penyusunan Program Pemampuan Pembangunan Perumahan dan Permukiman oleh Masyarakat, Ditjen Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil-2003, disana dinyatakan bahwa pihak pemerintah hanya mampu menyediakan lebih kurang 15% saja dari kebutuhan akan perumahan dan pemukiman masyarakat Indonesia, sedangkan yang 85% sisanya dipenuhi secara swadaya oleh masyarakat. Lebih lanjut lagi tulisan tersebut juga memaparkan bahwa > 65% dari pemberdayaan perumahan yang digiatkan oleh masyarakat tersebut terbentuk dari kreasi masyarakatnya secara swadaya.

Sebuah prestasi yang luar biasa pada saat pihak pemerintah mengalami kendala dalam hal pemenuhan sarana hunian bagi masyarakatnya, ternyata masyarakatnya dengan cara swadaya sudah mulai mencoba untuk melakukan inisiatif dalam pemenuhan kebutuhan akan sarana hunian mereka tersebut. Ciri-ciri dari pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat itu adalah bersifat individual, menghasilkan bentuk yang sesuai dengan kebutuhan sosial dan dengan kemampuan ekonomi yang ala kadarnya. Rumah-rumah inilah yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah permukiman masyarakat yang berkembang secara sporadis dan biasanya memiliki pola pembangunan yang tidak teratur.

Hunian dan permukiman yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat ini biasanya kurang mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah, lihat saja yang terjadi pada kota-kota besar, betapa banyaknya perumahan-perumahan masyarakat yang bermunculan pada tempat-tempat yang seharusnya tidak boleh didirikan fasilitas hunian disana atau bahkan tumbuh pada daerah-daerah yang rawan bencana.

Permasalahan lain yang juga berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan fasilitas perumahan dan permukiman yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ini adalah masyarakat tidak tahu atau bahkan tidak mengerti mengenai pola pengembangan kota, serta tidak adanya arahan-arahan yang jelas kepada masyarakatnya. Sehingga perumahan dan fasilitas hunian masyarakat tersebut banyak yang kita temui yang tidak memenuhi syarat-syarat sebuah permukiman yang sehat dan sesuai dengan pola pengembangan kota. Hal ini yang biasa kita kenal dengan istilah daerah slum pada daerah-daerah perkotaan atau kampung-kampung kumuh yang selalu menghiasi wajah-wajah kota kita dewasa ini.

Konsep Pembangunan Perumahan dan Permukiman Swadaya
Bertitik tolak dari kebijakan pemerintah diatas, maka sudah seharusnya hal ini mendapat perhatian serius dari kalangan pihak pemerintah, karena secara langsung maupun tidak langsung perumahan dan permukiman merupakan infrastruktur kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

Sebuah terobosan yang sangat besar manfaatnya apabila konsep pemukiman swadaya masyarakat ini berhasil digulirkan ditengah-tengah masyarakat, karena selain membantu pihak pemerintah juga dapat memberikan sebuah pembelajaran bagi masyarakatnya agar kegiatan ini dapat diberjalan secara efektif dan efisien.

Menurut Sutan Hidayatsyah, perumahan dan permukiman swadaya ini adalah perumahan atau pemukiman yang tumbuh secara bertahap diwujudkan dengan adanya pembangunan rumah-rumah yang dilakukan secara swadaya oleh perorangan, keluarga-keluarga atau kelompok baik untuk keperluan sendiri maupun keperluan lainnya. (dengan atau tanpa pendampingan / bantuan terknis dari pihak lain).

Pola pembangunan secara swadaya ini biasanya dilakukan dalam periode waktu yang singkat (instant), dan dicirikan oleh adanya upaya pengadaan komponen-komponen produksi, misalnya: lahan, bahan bangunan, pembiayaan, tenaga kerja, rancang-bangun dan lain-lain yang dilakukan sendiri oleh masyarakat baik secara individu mapun secara berkelompok dan diperoleh melalui mekanisme pasar.

Beberapa alasan mengapa konsep ini menjadi penting adalah:
1.Pembangunan perumahan ini juga ditujukan sebagai upaya memperbaiki kondisi sebagian masyarakat yang tidak mempunyai posisi dan kekuatan tawar dalam pembangunan perumahan dan lebih jauh lagi adalah untuk mengurangi kemiskinan.
2.Agar pembangunan rumah dapat dilakukan secara lebih terjangkau dan mudah sesuai dengan aspirasi dan kemampuan masyarakat, sekaligus membantu masyarakat mewujudkan rumah dalam lingkungan yang layak huni (adequate).
3.Sedangkan dalam jangka panjangnya konsep ini bertujuan untuk mendorong suatu gerakan pembangunan perumahan dan permukiman secara mandiri, yang lebih terorganisir dan melembaga.

Konsep perumahan dan permukiman swadaya ini merupakan sebuah agenda besar yang melibatkan banyak sektor didalamnya, beberapa komponen yang merupakan tulang punggung dari program ini adalah:
1.Kelompok masyarakat sasaran
Kelompok masyarakat sasaran adalah masyarakat yang tidak mempunyai akses pada sumberdaya strategis perumahan atau akses pada komponen-komponen produksi perumahan. Kelompok tersebut adalah kelompok masyarakat miskin, yang selama ini pengadaan perumahannya mensyaratkan subsidi dari pemerintah. Kelompok ini harus mampu mengorganisir dirinya baik atas prakarsa dari masyarakat sendiri maupun dengan bantuan pihak luar, untuk mengelola pembangunan perumahannya, sehingga subsidi yang diberikan pihak luar akan lebih tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Pola pembangunan perumahan swadaya ini merupakan pola pembangunan yang partisipatif yang menggalang kerjasama dan sumber daya, baik dari sektor publik, sektor swasta, maupun dari komunitas sendiri.
2.Konsultan Pembangunan sebagai pendamping kelompok masyarakat
Tujuan pendampingan oleh konsultan pembangunan adalah:
•merumuskan persoalan sendiri, mengambil sikap dan tindakan dalam menentukan masa depannya
•mengorganisasi diri (individu) menjadi kelompok terorganisasi sehingga mampu menggalang potensi kelompok agar dapat mengakses sumber daya kunci diluar kelompok (seperti dana dan teknologi)
•menyelenggarakan pembangunan perumahan swadaya secara lebih efektif dan efisien (mencakup teknologi, dana dan manajemen)
3.Dinas / intansi di lingkungan pemerintah daerah
Pemerintah Kota/Kabupaten perlu melakukan analisis terhadap kinerja manajemen dan birokrasinya untuk meningkatkan kemampuan SDM, organisasi dari institusi terkait, termasuk didalamnya kerjasama lintas institusi dan disiplin, khususnya dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan swadaya. Bahkan apabila diperlukan, pemerintah perlu melakukan penataan, penyempurnaan (restrukturisasi) atau pengembangan baru kelembagaan pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pemampuan pembangunan perumahan oleh masyarakat. (Dinas Perumahan)
4.Para pihak terkait dan kelompok-kelompok peduli
Pemerintah daerah perlu mengambil prakarsa (pro-aktif) untuk memobilisasi para pelaku, para pihak terkait (stakeholders) agar bersama-sama dapat mempergunakan sumberdaya yang dimiliki untuk memampukan pola pembangunan perumahan dan permukiman secara swadaya.

Beberapa strategi yang mungkin dilakukan dalam pelaksanaan konsep perumahan dan permukiman swadaya ini diantaranya adalah:
1.Mendorong prakarsa mandiri masyarakat yang terbimbing, dengan partisipasi penuh dan bertanggung jawab, sehingga terarah dan sesuai dengan rencana maupun ketentuan-ketentuan pembangunan.
2.Memfasilitasi berbagai upaya dan prakarsa masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok dalam pembangunan dan perbaikan perumahan / permukiman mereka.
3.Membangun berbagai jaringan sumberdaya strategis yang dapat diakses oleh masyarakat miskin untuk membangun perumahan dan permukimannya secara swadaya
4.Meningkatkan kemampuan kelembagaan di masyarakat dan pemerintah daerah dengan terus melakukan berbagai investasi yang dapat menunjang kegiatan operasional, pembinaan, pengaturan dan pengendalian bagi pola pembangunan perumahan secara swadaya yang dilakukan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga diperoleh kinerja pembangunan yang optimal.

KESIMPULAN
Permasalahan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman pada masyarakat Indonesia merupakan sebuah permasalahan yang penting dan akan selalu menjadi agenda setiap saatnya. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang harus dihadapi oleh bangsa kita sebagai konsekuensi logis dari negara yang sedang berkembang.

Sebuah bukti nyata bahwa permasalahan ini merupakan sebuah permasalahan yang serius dan selalu mendapat perhatian khusus sejak dari dahulunya yaitu dengan selalu dimasukkannya agenda perumahan dan permukiman ini ditiap-tiap rencana pembangunan negara kita sejak dari dahulunya.

Penanggulangan permasalahan perumahan dan permukiman ini bukanlah semata-mata beban penuh dari pihak pemerintah yang notabene merupakan lembaga yang mengurus negara ini disetiap sendi kehidupannya. Satu hal yang harus menjadi perhatian penting bagi kita sebagai masyarakat adalah tindakan proaktif masyarakat merupakan salah satu solusi jawaban dalam penanggulangan permasalahan perumahan dan permukiman ini. Kita tidak selamanya harus berpangku tangan dalam melihat negara menyelesaikan permasalahan yang menimpa negara kita, tetapi kita juga bisa bahu membahu bersama pihak pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang kita hadapi bersama ini.

Mengutip dari tulian Ir. Djoko Kirmanto Dipl. HE, dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman, yang mengatakan bahwa beberapa prinsip yang sangat mungkin untuk diterapkan dalam menanggulangi permasalahan perumahan dan permukiman ini diantaranya adalah:
1.Perlunya komitmen dari para pelaku yang bersangkutan untuk selalu mengacu pada Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman dalam mengembangkan pembangunan perumahan dan permukiman.
2.Perlunya penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang berorientasi pada kebijakan-kebijakan pemerintah.
3.Perlunya penyelengaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang
bersifat multi sektoral yang saling bersinergi melalui koordinasi lintas sektoral baik secara vertikal maupun horisontal.
4.Perlunya pengembangan seluruh potensi sumber daya yang ada dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman nasional.

Hal lain yang juga seharusnya muncul didalam masyarakat adalah terciptanya masyarakat yang mandiri dan berkemampuan memenuhi kebutuhan hunian yang layak dalam lingkungan yang sehat, tertib dan terencana dan juga terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia dari masyarakat setempat yang mampu menata lingkungan permukiman mereka serta yang paling penting adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Tidak hanya masyarakatnya saja, dilingkungan perkotaanpun seharusnya terjadi peningkatan juga seperti:
•Mencegah tumbuhnya lingkungan permukiman kumuh yang baru
•Meningkatkan / memperbaiki lingkungan permukiman kumuh yang ada
•Melestarikan / mengembangkan lingkungan permukiman yang sudah baik